Cek Fakta: 94 Persen Hasil Positif Tes PCR Itu Keliru, Benarkah?

| 27 Oct 2020 14:18
Cek Fakta: 94 Persen Hasil Positif Tes PCR Itu Keliru, Benarkah?
Ilustrasi: Organisasi World Doctors Alliance mengklaim kalau 89-94 persen hasil positif dari tes polymerase chain reaction (PCR) keliru, namun, pernyataan ini tidak didukung bukti yang jelas. (Foto: JC Gellidon/Unsplash)

ERA.id - Sebuah organisasi yang menamai diri World Doctors Alliance, dalam video konferensi pers yang viral sejak pertengahan Oktober 2020, menyatakan bahwa 89-94 persen hasil positif tes PCR keliru. Sungguhkah demikian?

Elke de Klerk, orang yang berbicara mewakili aliansi tersebut, menyampaikan klaim bahwa hasil-hasil tes PCR (polymerase chain reaction) tidak bisa diandalkan karena kebanyakan menghasilkan hasil positif palsu atau negatif palsu.

Artinya, seseorang dianggap positif COVID-19, padahal sehat (positif palsu), atau seseorang yang sebenarnya terinfeksi COVID-19 disebutkan negatif melalui alat tes PCR (negatif palsu)

Pernyataan de Klerk, yang juga pendiri organisasi bernama Doctors for Truth, oleh organisasi non-profit Health Feedback dianggap tidak jelas, sekalipun hanya mewakili situasi di negaranya, yaitu Belanda.

Pernyataan de Klerk bisa diartikan dalam banyak cara.

Pertama, ia mungkin mencoba mengatakan bahwa 89-94 persen dari semua hasil tes diagnostik PCR di Belanda mengeluarkan hasil positif palsu. Ini tidak akurat.

Bila pun benar, klaim de Klerk akan tercermin dalam tingkat positivity rate yang tercatat di Belanda. Artinya, dari seluruh tes PCR yang dijalankan di Belanda, seharusnya jumlah hasil positif akan mencapai tingkat minimal 89 persen, entah itu positif palsu atau akurat. Namun, nyatanya the National Institute for Public Health and the Environment di Belanda pada Oktober 2020 hanya melaporkan 10-13 persen positivity rate. Ini membuktikan klaim de Klerk tidak akurat.

Data tes PCR di Belanda
Penjabaran jumlah kasus COVID-19 dan jumlah tes PCR yang dilakukan di Belanda per 14-20 Oktober 2020. (Dok. the National Institute for Public Health and the Environment)

Interpretasi lain dari pernyataan de Klerk di video tersebut adalah bahwa 89-94 persen dari seluruh hasil tes positif adalah positif palsu. Artinya, dari seluruh hasil positif yang dikeluarkan tes PCR hanya kurang dari 11 persen saja yang akurat.

Berdasarkan analisa Health Feedback dan Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, tingkat akurasi sebuah alat tes bisa ditilik lewat parameter bernama positive predictive value. Makin tinggi nilainya, makin akurat hasil yang dikeluarkan. Begitu pun sebaliknya, makin rendah, makin tidak akurat.

Sayangnya, berdasarkan penjelasan CDC, nilai prediktif positif berkaitan erat dengan perubahan sebaran wabah COVID-19 (prevalensi). Menurut otoritas kesehatan itu, nilai prediktif positif akan menurun ketika prevalensi rendah.

De Klerk dalam videonya tidak menyebutkan dengan jelas prevalensi wabah COVID-19 terkait klaimnya mengenai tingkat positif palsu dari tes PCR. Sehingga, bisa dibilang, klaim de Klerk tidak didukung dengan bukti yang jelas.

Rekomendasi