ERA.id - Sedikitnya 586 miliar ton es telah mencair selama tahun 2019 di Greenland, pulau terbesar di ujung utara Bumi. Angka ini mematahkan rekor volume es yang mencair pada tahun 2012, kata sebuah penelitian di Communication Earth & Environment.
Hasil dari es yang mencair di Greenland ini setara 532 triliun liter air dan disebut bisa menggenangi negara bagian California (dengan luas hampir setara seluruh Pulau Sumatra) dengan air setinggi 1,25 meter.
Analisis ini didapatkan berdasarkan citra satelit yang dilaporkan ke publik pada Kamis, (20/8/2020). Dalam laporan tersebut juga dikatakan bahwa rekor tahun 2019 mengalahkan rekor pencairan es tahun 2012, di mana 511 miliar ton es mencair dan mengalir ke samudera.
"Balok-balok es di Greenland tidak sekadar mencair, namun, mereka mencair dengan sangat, sangat cepat," sebut laporan penelitian yang dikepalai oleh Ingo Sasgen, seorang geosaintis dari the Alfred Wegener Institute di Jerman.
Es Greenland yang mencair tahun lalu telah membuat permukaan laut global naik 1,5 milimeter. Angka ini kedengarannya sangat kecil, "namun untuk skala planet kita, angka itu sangatlah besar," kata Alex Gardner, peneliti es dari Badan Antariksa AS (NASA) yang juga ikut menulis laporan tersebut.
Ice melt in the Arctic and Greenland is accelerating due to the #ClimateEmergency pic.twitter.com/ECObx6VDIr
— NatureVolve (@Naturevolve) August 24, 2020
Gardner menyebut bahwa, karena perubahan iklim, ada es dan glasier yang mencair di tempat lain, sementara suhu permukaan laut semakin hangat. Akibatnya, terjadi kenaikan permukaan air laut, banjir bandang di kota-kota pesisir, dan permasalahan lainnya.
Fenomena mencairnya es di Greenland dikatakan Gardner terpengaruh oleh faktor alam bernama 'Greenland blocking', yaitu tekanan udara tinggi di Kanada yang bisa mengubah aliran udara di belahan Bumi utara. Faktor tersebut membuat kondisi Greenland berada pada dua situasi: antara mempercepat pencairan atau justru memperlambat pencairan es.
Tahun lalu, faktor Greenland blocking mengalirkan udara hangat dari belahan Bumi Selatan menuju ke Amerika Serikat dan Kanada, lantas menuju Greenland. Akibatnya, terjadi pencairan es yang masif.
Sementara itu, pada tahun 2017 dan 2018, ketika tidak ada faktor Greenland blocking, udara benua Arktik yang lebih dingin mengalir ke samudera menuju greenland, sehingga musim panas pun relatif lebih dingin, kata Gardner, seperti dilansir Associated Press.
Penelitian Sasgen di Greenland klop dengan sejumlah penelitian sebelumnya. Ruth Mottram, seorang peneliti es di Danish Meteorological Institute, mengaku tidak heran dengan besarnya volume es yang mencair di pulau beriklim dingin tersebut.
Mottram, yang merilis makalah di Internatinoal Journal of Climatology, sebelumnya telah mengukur bahwa, sejak 1991, suhu areal pantai Greenland menghangat hingga 1,7 derajat Celcius selama musim panas.