ERA.id - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku bisa memahami perasaan umat Muslim yang terkejut dengan pemunculan kartun Nabi Muhammad. Namun, ia berharap masyarakat mampu memahami posisinya sebagai presiden di Prancis yang sekuler.
Dalam wawancara dengan koran Al Jazeera, Presiden Macron mengklarifikasi ucapannya akhir-akhir ini yang telah turut memanaskan hubungan antara Prancis dengan dunia Muslim.
"Saya memahami sentimen yang diekspresikan oleh masyarakat, dan saya menghormati semua itu. Namun, Anda mesti memahami posisi saya sekarang (sebagai presiden Prancis). Saya harus melakukan dua hal, yaitu menenangkan masyarakat dan juga melindungi hak kebebasan (berekspresi)," kata Macron.
"Saya akan terus melindungi kebebasan berbicara, menulis, berpikir, dan mengekspresikan lewat gambar, di negara saya," kata dia.
Macron juga menyesalkan "distorsi" dari sejumlah tokoh politik hingga orang-orang percaya bahwa karikatur kontroversial mengenai Nabi Muhammad diciptakan oleh institusi pemerintahan Prancis.
"Karikatur tersebut bukanlah proyek pemerintah, namun, diciptakan oleh koran yang independen, yang haknya dilindungi. Mereka juga tidak berafiliasi dengan pemerintah," kata sang presiden, dalam nukilan wawancaranya yang dipublikasikan Al Jazeera, Senin (2/11/2020).
Dalam ucapannya itu ia mengacu pada dirilisnya kembali sejumlah karikatur oleh koran Charlie Hebdo berdekatan dengan akan dibukanya persidangan atas kasus terbunuhnya staf mereka di tahun 2015 lalu.
Presiden Macron sendiri mengatakan bahwa penerbitan ulang kartun-kartun itu di bulan September lalu dilindungi sebagai hak kritik terhadap ajaran agama, suatu hak yang diakui di Prancis.
Dua pekan setelah Charlie Hebdo merilis ulang kartun Nabi Muhammad, Macron melontarkan pernyataan kontroversial pada 2 Oktober, yang mengundang kecaman dari dunia Muslim. Saat itu Macron menyatakan bahwa secara global, Islam "sedang dalam krisis", dan ia juga mengaku punya rencana "untuk mereformasi Islam" agar lebih kompatibel pada nilai-nilai yang dianut di Republik Prancis.
"Saat ini ada banyak orang yang 'memelintir' Islam. Dalam nama agama tersebut mereka saling membunuh," kata Macron.
"Tentu saja hal tersebut berdampak buruk pada Islam karena korban-korban pertama jatuh dari umat Islam sendiri," kata Macron. "Lebih dari 80 persen korban terorisme adalah umat Muslim, dan ini adalah masalah kita bersama."
Oleh analis politik Marwan Bishara, pernyataan yang dibuat Macron dalam wawancara eksklusif itu menandai bahwa Macron telah memahami dampak dari ucapannya yang kontroversial. Ia juga berpendapat bahwa lewat klarifikasi Macron ini, ketegangan antara Prancis dan dunia Islam bisa mulai diredakan.
"Ia kini memahami bahwa ucapannya kontroversial, dan ia tidak bermaksud mengkritik Islam sebagai agama. Hal tersebut semoga bisa memperbaiki atmosfer antara Prancis, Eropa dan dunia Muslim," kata Bishara seperti dikutip Al Jazeera.
Sebelumnya diketahui bahwa puluhan ribu warga Muslim, dari Pakistan, Indonesia hingga Palestina, saling berunjuk rasa mengecam Macron. Di tengah perdebatan antara nilai-nilai Islam dan kebebasan berpendapat, banyak orang menyuarakan boikot terhadap produk buatan Prancis.
Sementara itu, setelah aksi pembunuhan terhadap satu orang guru, pada Kamis lalu Prancis digegerkan dengan serangan terorisme di sebuah gereja di Kota Nice, Prancis. Seorang warga Tunisis dikabarkan menggunakan sebilah pisau untuk membunuh tiga umat gereja dan melukai sejumlah orang lainnya.