Militer AS Diduga Kumpulkan Data Pergerakan Jutaan Umat Muslim dari Aplikasi Muslim Pro

| 18 Nov 2020 12:50
Militer AS Diduga Kumpulkan Data Pergerakan Jutaan Umat Muslim dari Aplikasi Muslim Pro
Ilustrasi: Seorang personil militer Amerika Serikat tengah memotret menggunakan ponsel. (Foto: Jay Wennington)

ERA.id - Unit militer Amerika Serikat menghimpun data pergerakan yang direkam oleh aplikasi sehari-hari, dan berimbas pada jutaan individu di seluruh dunia, seperti dilaporkan di Motherboard, (16/11/2020). Di antara aplikasi yang menjual datanya ke pihak militer, "kebanyakan penggunanya adalah kaum Muslim," seperti dilaporkan majalah yang sama.

Salah satu aplikasi paling populer yang terhubung dalam rantai pasok data pribadi ini adalah aplikasi doa dan baca Al-Quran bernama Muslim Pro, yang saat ini telah diunduh lebih dari 98 juta kali di seluruh dunia.

Aplikasi lain yang dikabarkan turut menjual data pribadi penggunanya mencakup sebuah aplikasi kencan khusus Muslim, aplikasi Craiglist, aplikasi pelacak badai, dan alat pengukuran yang biasa dipakai untuk, misalnya, memasang rak lemari pakaian agar tegak lurus.

Majalah Motherboard mengaku mendapatkan data-data tersebut lewat sejumlah catatan publik, wawancara dengan para pengembang software, dan analisa teknis. Mereka lantas menemukan dua arus pasokan data yang menuju ke pihak militer AS.

Jalur pertama adalah lewat perusahaan bernama Babel Street, yang memiliki produk bernama Locate X. Unit militer AS yang diberi tugas-tugas kontra-terorisme, kontra-insurgensi, dan operasi penyamaran, bernama US Special Operations Command (USSOCOM), membeli akses ke produk Locate X untuk melengkapi operasi tim militer khusus mereka di luar negeri.

Jalur kedua adalah melalui perusahaan bernama X-Mode, yang memperoleh data lokasi langsung dari aplikasi-aplikasi seperti di atas, lalu menjualnya ke kontraktor, alias pengepul data, yang lantas menjualnya kepada pihak militer.

Pengungkapan transaksi data ini makin menunjukkan betapa rahasianya industri penjualan data pribadi, terutama yang melibatkan militer AS, pihak yang sebelumnya pernah menggunakan himpunan data semacam ini untuk melakukan serangan-serangan misil drone.

Laporan Motherboard itu juga menulis demikian:

"Kebanyakan dari para pengguna aplikasi yang datanya dihimpun itu adalah kaum Muslim, yang mana ini merupakan hal yang wajar mengingat Amerika Serikat selama puluhan tahun tengah berperang melawan kelompok-kelompok teroris Muslim yang ada di Timur Tengah."

Majalah tersebut mengaku belum tahu bagaimana pihak militer menggunakan data-data lokasi yang sudah dihimpun.

Sementara itu pada Selasa (17/11/2020), pengembang aplikasi Muslim Pro, Bitsmedia, telah menyatakan, di koran The Straits Times, tidak pernah terlibat dalam penjualan data pribadi pengguna kepada unit militer Amerika Serikat.

Bitsmedia juga menyatakan bahwa per Selasa mereka telah memutus hubungan dengan mitra data mereka, tanpa memberi keterangan spesifik soal siapa mitra yang dimaksud.

"Laporan ini tidak benar. Perlindungan atas privasi pengguna Muslim Pro menjadi prioritas utama kami," kata Zahariah Jupary, kepala komunitas Muslim Pro.

Jupary mengatakan bahwa Muslim Pro adalah salah satu aplikasi yang memasang standar privasi dan proteksi data paling ketat dan "tidak pernah membagikan informasi pribadi apa pun."

Saat ini para pengembang aplikasi tersebut telah menjalankan investigasi dan mencermati kebijakan pengelolaan data mereka untuk memastikan bahwa seluruh data pengguna dikelola dengan baik.

Berdasarkan laporan Motherboard sendiri, pihak militer AS tidak hanya mendapatkan data lokasi pengguna lewat Muslim Pro, tapi juga nama jaringan Wi Fi yang digunakan pengguna, log waktu, dan jenis ponsel yang digunakan oleh para pengguna.

Jupary mengakui bahwa Bitsmedia pernah bermitra dengan perusahaan bernama X-Mode, namun, kemitraan itu telah dihentikan. Ia tidak menjelaskan kenapa perusahaannya bekerjasama dengan perusahaan mitra data tersebut.

Rekomendasi