Politisi Senior Partai Republik: Trump 'Bikin Malu Amerika'!

| 23 Nov 2020 13:04
Politisi Senior Partai Republik: Trump 'Bikin Malu Amerika'!
Donald Trump dalam Konvensi Partai Republik 2020, Senin, 24 Agustus 2020

ERA.id - Meski beberapa politisi Partai Republik di Amerika Serikat masih bertahan pada jalur 'arahan partai', yaitu untuk mendukung apapun yang dilakukan Presiden Donald Trump, beberapa politisi senior telah memilih untuk berseberangan sikap.

Mantan gubernur negara bagian New Jersey, Chris Christie, yang pernah menjadi penasihat Trump, menyebut tim hukum sang Presiden "telah membuat malu Amerika".

"Di luar ruang sidang mereka berkoar-koar soal kecurangan (pemilu), namun saat mereka masuk ke ruang sidang, mereka tidak membuktikan adanya kecurangan itu," kata Christie dalam sebuah acara televisi ABC "This Week".

"Jika Anda enggan maju ke depan dan menunjukkan bukti yang diperlukan, maka bukti itu dipastikan memang tidak ada."

Anggota senat dari Partai Republik, Lisa Murkowski, juga mencuit di Twitter pada Minggu (22/11/2020) bahwa "sudah saatnya kita memulai proses transisi secara utuh dan resmi," karena proses persidangan sejauh ini melihat klaim-klaim hukum Trump tak perlu digubris, dan bahwa tekanan dari pihak tim kampanye terhadap legislator negara bagian "bukan saja belum pernah terjadi, namun juga tidak sesuai dengan proses demokratis yang selama ini kita selenggarakan."

Upaya tim kampanye Trump untuk mencegah sertifikasi hasil penghitungan suara di Pennsylvania, Georgia, Michigan, dan Arizona telah rontok di pengadilan. BahkanHakim distrik Matthew Brann, pada Sabtu, menyebut argumen persidangan tim hukum Trump soal kecurangan di Pilpres AS serupa "monster Frankenstein" karena sekadar menjahit "secara ngawur" argumen-argumen tanpa dasar dan tuduhan yang sekadar spekulatif.

Orang-orang yang getol mengkritik Trump menuduh keengganan Trump memulai proses transisi terhadap berdampak pada keamanan nasional dan memperburuk pengendalian COVID-19 di AS.

Kepala Staf Presiden pilihan Biden, Ron Klain, mengatakan bahwa sang presiden-terpilih masih tidak bisa mengakses informasi intelijen negara AS, seperti dikabarkan Reuters.

Rekomendasi