China Nyalakan 'Matahari Buatan', Seperti Apa Sih Bentuknya?

| 07 Dec 2020 14:25
China Nyalakan 'Matahari Buatan', Seperti Apa Sih Bentuknya?
Para teknisi bekerja di sekitar reaktor fusi nuklir HL-2M Tokamak. (Istimewa)

ERA.id - China berhasil menyalakan 'matahari buatan' hasil reaktor fusi nuklir, seperti dikabarkan oleh media setempat pada Jumat (4/12/2020). Seperti apa bentuknya?

Reaktor HL-2M Tokamak menjadi mesin eksperimen fusi nuklir terbesar dan paling canggih di China. Para peneliti berharap bahwa alat ini kelak mampu menjadi sumber energi terbarukan yang bebas emisi.

Reaktor nuklir ini menggunakan medan magnet yang sangat kuat untuk memfusikan sel plasma yang sangat panas hingga mampu mencapai suhu 150 juta derajat Celsius, demikian disampaikan koran People's Daily. Capaian suhu itu sepuluh kali lebih panas dari inti matahari.

Bertempat di Provinsi Sichuan yang ada di arah barat daya China, dan baru selesai dibuat akhir tahun lalu, reaktor ini kerap disebut sebagai "matahari buatan" karena memiliki suhu yang sangat tinggi dan mampu menghasilkan tenaga yang sangat besar.

"Pengembangan energi fusi nuklir tidak hanya akan mensuplai kebutuhan energi China, namun, juga berperan penting dalam menciptakan masa depan ekonomi nasional dan energi bersih China," kata koran tersebut.

Para peneliti China kini bakal berkolaborasi dengan para peneliti yang menggarap International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER), sebuah riset fusi nuklir terbesar di dunia yang bertempat di Perancis, yang diharapkan selesai pada tahun 2025.

Sebelumnya para peneliti China telah berusaha mengembangkan versi kecil dari reaktor fusi nuklir ini sejak 2006.

Fusi atom adalah proses penting dalam pengolahan energi, dan hingga kini dianggap sebagai proses yang 'menghidupkan' matahari di langit kita. Proses ini menggabungkan inti atom guna menciptakan energi dalam jumlah besar. Dan perlu diketahui bahwa proses ini berbeda dengan reaksi fisi yang dipakai dalam senjata nuklir dan pembangkit listrik tenaga nuklir, dimana reaksi fisi justru bekerja memecah inti atom menjadi fragmen-fragmen.

Tidak seperti reaksi fisi, fusi tidak menghasilkan gas rumah kaca yang berbahaya bagi iklim di Bumi. Reaksi ini juga lebih aman dari kecelakaan atau pencurian bahan atomik.

Namun, proses fusi sangat sulit dilakukan dan biayanya pun sangat mahal, sehingga untuk program riset seperti ITER biayanya meroket menjadi 22,5 miliar dolar AS (Rp317,3 triliun).

Rekomendasi