Vaksin Johnson & Johnson Dapat 'Acungan Jempol' FDA AS

| 25 Feb 2021 12:03
Vaksin Johnson & Johnson Dapat 'Acungan Jempol' FDA AS
Zoliswa Gidi-Dyosi menjadi perawat Afrika Selatan pertama yang mendapat vaksin COVID-19, (17/2/2021). Ia disuntik vaksin Johnson & Johnson di O R Tambo International Airport di Gauteng. (Foto: Government ZA/Flickr)

ERA.id - Vaksin COVID-19 dari perusahaan farmasi Amerika Serikat, Johnson & Johnson,  mencegah infeksi parah dari COVID-19 dan mengurangi risiko kematian dari penyakit tersebut, demikian disampaikan dalam analisa oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat, Rabu, (24/2/2021).

Vaksin yang hanya perlu 1 kali suntikan ini disebut punya tingkat efikasi (kemanjuran) 72 persen di Amerika Serikat dan 64 persen di Afrika Selatan, di mana terdapat sebuah varian virus yang infeksius, seperti dilaporkan koran New York Times.

Dalam hal mencegah gejala parah COVID-19, vaksin ini memiliki kemanjuran 86 persen di Amerika Serikat dan 82 persen di Afrika Selatan. Dengan begitu, risiko seseorang meninggal karena COVID-19 akan menjadi sangat kecil bila ia telah disuntik dengan vaksin ini.

FDA Amerika Serikat kemungkinan akan mensahkan rekomendasi terhadap penggunaan vaksin Johnson & Johnson ini pada Sabtu, tergantung jajak pendapat dari dewan pakar yang akan mendiskusikan hasil analisa ini pada Jumat, demikian disampaikan New York Times.

Vaksin COVID-19
Anggota Angkatan Udara Amerika Serikat mendapat suntikan vaksin COVID-19. (Foto: Wikimedia Commons)

"Dengan vaksin J&J, kita bakal mempercepat distribusi vaksin di (Amerika Serikat) dan di seluruh dunia," kata Dan Barouch, pakar virologi di Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston, AS, yang turut memimpin riset vaksin ini tahun lalu.

Vaksin Johnson & Johnson bisa disimpan dalam suhu kulkas normal (2 hingga 8 derajat Celsius) untuk waktu 3 bulan. Ini menjadi keuntungan tersendiri dibanding dengan vaksin COVID-19 yang telah disetujui lainnya, yaitu Moderna dan Pfizer/BioNTech, yang membutuhkan dua kali penyuntikan dan stoknya harus disimpan dalam suhu sangat dingin (-25 hingga -15 derajat Celsius).

Namun, akses publik terhadap vaksin baru ini bakal agak tersendat di awal. Bermarkas di Amerika Serikat, Johnson & Johnson kesulitan memenuhi target produksi dan membutuhkan bantuan pemerintahan federal AS dalam hal pengadaan alat dan bahan baku, seperti disampaikan oleh Jeffrey D. Zients, koordinator Gedung Putih untuk penanganan pandemi, Rabu.

"Kondisinya sangat mengejutkan saat kami (pemerintahan Biden) tiba," kata Zients kepada New York Times. "Namun, saya yakin ada progres nyata."

Di Amerika Serikat sendiri, Johnson & Johnson baru akan mampu menyetor 4 juta dosis vaksin pada pekan depan, jauh di bawah angka 12 juta yang mereka janjikan. Kemudian padaakhir Maret akan ada 12 juta dosis baru. Ini pun masih di bawah pernyataan kontrak mereka.

Namun, seperti disebut New York Times, Johnson & Johnson berjanji sanggup menepati suplai 100 juta dosis vaksin di akhir Juni nanti.

Meski tingkat efikasinya di bawah Moderna dan Pfizer (95 persen), vaksin Johnson & Johnson dianggap menjadi yang paling manjur menghadapi varian COVID-19 Afrika Selatan.

Pekan lalu, pemerintah di Afrika bahkan telah mulai memberikan vaksin Johnson & Johsnon kepada 32.000 warganya.

Rekomendasi