ERA.id - Sejumlah tim di AstraZeneca dan Universitas Oxford, serta tim vaksin Johnson & Johnson, tengah bekerja sama dengan ilmuwan independen untuk memodifikasi vaksin Covid-19 mereka guna mengurangi atau menghilangkan risiko efek pembekuan darah, seperti diberitakan koran Wall Street Journal, Selasa, (13/7/2021).
Riset masih dalam tahap awal, namun "dengan cepat menghasilkan petunjuk atas bagaimana pembekuan darah terjadi," melansir WSJ. Tim peneliti sendiri datang dari Eropa, Amerika Serikat dan Kanada.
"(Petunjuk soal pembekuan darah) memperkuat harapan dalam upaya menemukan penyebabnya dan kemungkinan memodifikasi vaksin AstraZeneca tahun depan," tulis WSJ.
Hingga kini belum diketahui apakah kedua vaksin bisa dimodifikasi atau apakah hal tersebut masuk akal secara komersil, tulis koran asal Amerika Serikat tersebut.
Juru bicara Johnson & Johnson (J&J) berbicara pada WSJ, mengatakan bahwa perusahaannya mendukung "riset dan analisa terus menerus bersama pakar medis dan otoritas kesehatan global."
Sementara itu, pihak AstraZeneca mengatakan tengah "bekerja sama secara aktif dengan regulator dan komunitas peneliti untuk memahami kasus pembekuan yang sangat langka tersebut, termasuk bagaimana diagnosa dan intervensi dini bisa dilakukan, dan pengobatan apa yang diperlukan," tulis koran WSJ.
April lalu Badan Obat dan Makanan AS (FDA) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di negara tersebut meminta vaksin Covid-19 Johnson & Johnson berhenti digunakan, setelah vaksin tersebut terhubung dengan beberapa kasus pembekuan darah yang meski langka tetapi bersifat cukup parah. Pembatasan ini belakangan ditangguhkan mengingat keuntungan vaksin lebih besar dari risiko efek sampingnya.
Vaksin AstraZeneca sendiri belum disetujui penggunaannya di AS, namun, cukup banyak digunakan di berbagai negara. Regulator di Inggris dan Eropa - kawasan yang menggunakan vaksin AstraZeneca secara ekstensif - merekomendasikan vaksin ini tidak diberikan ke kaum muda terkait risiko lebih tinggi mengalami pembekuan darah.
Baru-baru ini, vaksin J&J dan AstraZeneca ternyata juga dihubungkan dengan beberapa kasus sindrom Guillain-Barre, yaitu kondisi ketika sistem imun justru menyerang syaraf. Senin lalu, regulator AS menambah peringatan baru di vaksin J&J atas risiko munculnya penyakit tersebut.
CDC AS menyatakan, pada Minggu, telah ada sekitar 100 laporan awal mengenai sindrom Guillain-Barre setelah 12,8 juta dosis vaksin J&J disuntikkan ke warga AS.
Rekomendasi yang sama terkait sindrom Guillain-Barre juga diberikan regulator obat di Eropa untuk vaksin AstraZeneca.