ERA.id - Sejumlah peneliti menyatakan bahwa orang yang tertidur dan sedang bermimpi bisa diajak berkomunikasi dua arah.
'Lucid Dream'
Dilansir oleh National Public Radio (NPR), dalam eksperimen terpisah di Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Belanda, sejumlah peneliti memberi pertanyaan pada orang yang sedang tidur. Peserta eksperimen yang sedang tidur lantas merespon dengan menggerakkan bola mata atau mengernyitkan wajah untuk mengutarakan jawaban mereka.
Interaksi ini, menurut para ahli, bisa terjadi ketika seseorang mengalami momen lucid dreaming, atau momen ketika seseorang menyadari ia sedang berada dalam mimpi.
"Sejak era 80an, kita telah mengetahui bahwa para 'lucid dreamers' bisa berkomunikasi ke luar zona mimpi mereka menggunakan suatu tanda," kata Karen Konkoly, mahasiswa S3 di Northwestern University yang merilis makalah tentang ini bulan ini di jurnal Current Biology.
"Namun kita juga bertanya-tanya, apakah kita bisa berkomunikasi masuk ke mimpi mereka? Apakah kita bisa memberi pertanyaan yang bisa mereka dengar dalam mimpi sehingga kita bisa bercakap-cakap?"
Yang para peneliti ini pelajari adalah fase tidur bernama rapid-eye moevement (REM), fase tidur di mana seseorang mengalami mimpi dengan jelas. Dalam mimpi, "setiap otot tubuh tak mampu digerakkan kecuali untuk mengernyitkan wajah atau menggerakkan mata," kata Konkoly, dikutip Weekend Edition.
"Jadi bila Anda menyadari Anda sedang bermimpi, dan Anda ingin berkomunikasi, maka yang bisa mereka lakukan adalah menggerakkan bola mata ke kiri-kanan, atau kanan-kiri, secara dramatis. Saat itulah kita mengetahui mereka sedang berkomunikasi."
Peristiwa 'lucid dream' jarang ditemui. Maka untuk meneliti fenomena ini, para peneliti merekrut orang-orang yang pernah mengalaminya dan melatih mereka agar bisa lebih mudah mengalami 'lucid dream'. Mereka juga dilatih bagaimana mengkomunikasikan jawaban mereka.
'Percakapan' dalam eksperimen terjadi seperti, misalnya, peneliti akan bertanya berapa 8 dikurangi 6. Seorang pria Amerika umur 19 tahun sanggup merespon pertanyaan tersebut dan menggerakkan bola matanya ke kanan sebanyak dua kali, untuk mengirim jawaban '2'. Para peneliti menanyakan hal yang sama kedua kalinya, dan ia sanggup menjawab dengan tepat untuk kedua kalinya.
Berdasarkan laporan NPR, dari 158 sesi eksperimen dari 36 partisipan, 18 persen dari mereka mampu memberi jawaban yang tepat. Lalu, di 18 persen sesi lainnya tidak jelas apakah partisipan merespon atau tidak. Sementara itu, 3 persen sesi memberi jawaban yang salah. Paling sering, 61 persen, partisipan tidak memberi jawaban.
Dalam makalah, para peneliti menuliskan bahwa pertanyaan terdengar oleh para 'pemimpi' sebagai "suara yang muncul dari luar mimpi" atau teradaptasi sesuai konteks mimpi yang sedang berjalan.
Terapi Mimpi
Penelitian ini pun membuka kesempatan baru mengeksplorasi mimpi hingga "mengubah jalannya mimpi". Hal ini "membuka era baru investigasi pada momen tidur seseorang dan dimensi kognitif dalam mimpi yang masih penuh misteri."
Di masa depan, bila metode komunikasi antara orang yang sedang tidur dengan yang sedang bangun sudah semakin baik, dimungkinkan adanya komunikasi kreatif.
Konkoly menyebut bahwa komunikasi semacam ini memampukan seseorang yang mengalami 'lucid dream' memadukan kreatifitas dalam mimpi dengan logika yang disuplai lewat partner terapinya yang dalam posisi berjaga.