ERA.id - "Aku masih lanjut kuliah, cuman lagi berantakan aja," jawab Yola (Bukan nama sebenarnya) diselingi senyum tipis saat ditemui ERA di salah satu kafe di Jakarta, Kamis (27/10). Sambil menyesap es cokelatnya, Yola bercerita pernah dibayar hingga 20 juta rupiah untuk menemani seorang pejabat semalaman.
"Salahnya petinggi itu ya, mereka kalau transfer masih ada yang pakai rekening pribadi. Aku tuh siapa pun yang pernah transfer pasti aku cari tahu," ucap Yola.
Kita sama-sama merasakan pandemi covid bikin hidup ketar-ketir, banyak usaha gulung tikar, yang berusaha bangkit pun masih tertatih-tatih, wajah para CEO pucat pasi menghadapi ancaman resesi 2023, dan buruh-buruh mendadak dapat surat PHK yang tak pernah mereka tunggu.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dan banyak lagi yang kehilangan sumber penghidupannya, beberapa orang justru mendulang peluang untuk meraup untung. Siapa lagi kalau bukan penjaja seks online seperti Yola.
Bumi boleh gonjang-ganjing, ekonomi boleh kacau, tapi seks selalu dicari, dan orang kaya tak segan-segan menghabiskan isi kantongnya untuk mencari kepuasan. Maka, di tengah ancaman resesi ini, barangkali hanya bisnis open bo yang terus maju tak gentar.
Yola bukan penduduk asli ibu kota, rumahnya jauh di Pulau Kalimantan. Usianya masih 21 tahun dan kurang dua semester lagi ia bisa merampungkan kuliahnya jika tak ada aral melintang. Namun, setiap bulan ia harus pulang-pergi ke Jawa untuk menemani pelanggannya yang ia kenal via online.
Orang tuanya tak pernah tahu apa yang dikerjakan anak mereka di Jakarta. Yola selalu pergi tanpa kabar dan tiba-tiba saja menghilang dari rumah. Jika ada panggilan masuk dari ayahnya, ia hanya berjanji, “Pokoknya aku pulang, aku nggak bakal kabur.”
Prostitusi online tidak melulu soal ekonomi
Perempuan setinggi hampir 170 cm itu baru terjun ke dunia open BO atau prostitusi online sejak awal 2022. Mulanya, Yola membuka akun alter di Twitter pada tahun pertamanya kuliah di 2019. Dari akun alter itulah ia berusaha mengisi rasa kesepiannya.
Suara Yola terdengar berbisik saat mengungkapkan alasannya masuk ke dunia prostitusi online. Keluarganya tergolong mapan, ekonominya tercukupi untuk biaya pendidikan dan kehidupan sehari-hari, tetapi ia merasa kekurangan kasih sayang di rumah dan dituntut memenuhi ekspektasi orang tuanya.
Selulusnya SMA, orang tuanya menyuruh Yola mendaftar di kedinasan. Ia menolak. Yola lalu diarahkan masuk ke teknik sipil, berharap jadi insinyur. "Kuliah pun terbatas. Misalnya aku harus balik sebelum Magrib, padahal kegiatan kampus kadang sampai malam," cerita Yola. "Ortuku niatnya bagus, cuma caranya salah. Aku udah coba ngomong, tapi nggak mempan."
Di rumah, Yola hanya tinggal bertiga dengan kedua orang tuanya. Ketiga kakaknya yang lain sudah berumah tangga masing-masing, dan jarak umur mereka terlampau jauh untuk bisa akrab dengannya. "Yang paling dekat beda umurnya 16 tahun," kata Yola. "Aku nggak bisa bebas bercerita ke keluarga."
Akhirnya, Yola mencari perhatian dari orang-orang asing yang ia kenal via online. Hingga awal tahun lalu, seorang pria di Jakarta mengajaknya kencan seharian dan menawarkan imbalan uang jutaan rupiah. Itulah kali pertama ia menginjakkan kaki di Jakarta dan mendapatkan uang segitu banyaknya.
Ketika harus kembali ke rumahnya dan ketinggalan pesawat, Yola akhirnya mencari kenalan di Twitter yang mau diajak staycation bersama. "Jadi aku semingguan di Jakarta, aku ngikut orang, alhamdulillah ketemunya yang baik-baik," kata Yola.
Pengalaman pertamanya di Jakarta sangat berkesan bagi Yola. Ia yang jarang menerima pelukan atau sekadar tepukan di kepala dan punggungnya, merasa kebutuhan kasih sayangnya tercukupi, justru dari orang-orang asing.
Kini, Yola biasa mematok tarif sebesar Rp500 ribu untuk short time (durasi 1-2 jam) dan Rp3 juta rupiah untuk long time (durasi 6-12 jam). Dalam sehari, ia bisa sampai tiga kali melayani pria-pria hidung belang. Terkadang ia menyewa satu kamar hotel atau apartemen sebagai titik temu, di lain waktu ia sendiri yang mendatangi kamar-kamar yang telah disewa pelanggannya.
Jangan ditanya berapa uang yang berhasil Yola kumpulkan di rekening. Pegawai-pegawai bergaji UMR akan menangis melihatnya. Namun, Yola mengakui tak mampu mengatur keuangannya dengan baik. "Kalo di aku ada Rp10 juta, itu bisa habis sehari. Kasarannya duit-duit haram ya, cepet habis."
Meskipun menjajakan jasa seksual, Yola bilang kebanyakan pelanggannya adalah pegawai-pegawai korporat yang lebih butuh teman cerita ketimbang partner seks. “Aku ngincernya ya yang kayak gitu, soalnya lebih banyak cerita-cerita,” ucap Yola. “Meski tujuannya seksual, seks bentar nih, ujung-ujungnya cerita segala macem.”
Yola juga menyadari kehidupan yang ia jalani sekarang menuntutnya bertemu dengan berbagai macam orang. “Siapa sih yang nggak takut?” Ia sempat membaca berita seorang pekerja seks ditikam pelanggannya karena tidak terima dibilang miskin. Sementara itu, di Bekasi, ia juga mendengar kabar seorang perempuan tewas ditusuk pelanggannya di kontrakan, tepat sehabis berhubungan badan.
“Makanya, setiap ketemu klien, aku pasti share live location ke teman-teman. Kalau aku gak ada kabar, aku nyuruh disamperin,” ucap Yola. "Jaga-jaga aja sih."
Prostitusi yang selalu abadi di sekitar kita
Dr. Tantan Hermansah, sosiolog dari UIN Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa prostitusi tidak akan hilang. “Prostitusi itu melekat pada perilaku manusia. Selama manusia ada, maka fenomena itu akan terus ada,” katanya.
Menurut Dr. Tantan, fenomena prostitusi ada sejak dulu dan hanya berganti media komunikasinya. Jika sebelumnya melalui perantara seseorang (mucikari), di zaman sekarang jasa perantara itu digantikan dengan alat (mesin).
Pekerja seks seperti Yola kini lebih sering beroperasi lewat media online ketimbang mangkal di jalan-jalan. Entah itu di media sosial, aplikasi kencan, atau blog-blog dewasa.
Yayan, seorang pria asal Bekasi mengaku lebih sering memesan jasa seks via online sejak 2019. Sebelumnya, ia lebih sering memuaskan nafsu birahinya di panti-panti pijat dan tempat konvensional lain.
Apartemen Kalibata City menjadi salah satu target Yayan ketika mencari pekerja seks di sekitaran Jakarta Selatan. Di sana ia bisa dengan mudah menemukan orang-orang yang menjajakan bisnis lendir via aplikasi MiChat. "Tarifnya tergantung, biasanya matok Rp700 ribu sampai Rp1 juta, tapi kalau pemain lama sih udah tahu pasarannya, turun bisa jadi Rp300 ribuan," kata Yayan.
Risiko prostitusi online bukan hanya membuntuti para penjaja seks seperti Yola, pun para pelanggannya. Selain teror penyakit menular seksual, Yayan juga sering khawatir dijebak saat memesan jasa seks online. "Teman gua ada empat orang kena. Tasnya dimasukin narkoba. Ada yang nebus sampai Rp60 juta biar gak dipenjara," kata Yayan.
Menurut pengakuannya, ada beberapa orang yang sebenarnya tak membuka jasa seks dan sengaja kongkalikong dengan aparat. Biasanya, modus mereka dengan mengajak pelanggan merokok di luar sebelum naik ke kamar, atau bertemu di mini market untuk membeli sesuatu.
Ketika bercengkerama di luar kamar itulah, barang haram seperti narkoba diselipkan entah di saku atau tas pelanggan. Sementara di dalam kamar aparat sudah siap menunggu untuk membekuknya.
Namun, dengan segala risiko tersebut, prostitusi tetap jadi primadona yang seksi, seperti kata Dr. Tantan, selama manusia ada, prostitusi akan terus berjalan. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pada 2019, patroli siber mereka menjaring lebih dari 1.000 konten prostitusi online tiap bulannya.
Melepaskan diri dari lingkaran prostitusi
Yola tak selamanya ingin hidup sebagai pekerja seks. Suatu saat ia ingin bertemu dengan seorang pria baik yang sama-sama menyayanginya, bukan hanya tubuhnya semata. Sekalinya ia bertemu lelaki seperti itu, ia akan melepaskan pekerjaannya sekarang yang ia anggap haram.
Ia sempat menjalin hubungan dengan seorang pegawai berusia 27 tahun, tetapi hubungan mereka hanya bertahan seumur jagung. “Tepat pas aku mutusin untuk berhenti buka jasa, pacarku minta putus.”
Setelah hubungannya kandas, Yola mulai kembali membuka jasa seks dan mengaktifkan akun Twitter-nya lagi. Ia juga belum tahu kapan akan benar-benar berhenti. Setelah hampir setahun menjalani profesi ini, ia merasa belum ada pekerjaan lain yang benar-benar cocok dengannya. Yola bagai berada di persimpangan jalan dan bingung menentukan arah tujuan.
Selain dari kehendak pribadi masing-masing, lingkaran prostitusi menurut Dr. Tantan memang sulit untuk diputus.
“Di lingkungan sosial, tentu dibuat saja larangan dengan mengutip norma-norma agama (meski belum tentu efektif). Di tingkat negara dibuat aturan yang memberikan sanksi berat kepada pelaku (penyedia jasa) maupun pemesan,” katanya. “Saya tidak tahu alasan masing-masing. Tetapi karena mungkin tidak ada sanksi kepada pelaku, ya akhirnya mereka memilih melakukannya.”
Dr. Tantan menggarisbawahi bahwa pelaku prostitusi yang dimaksud bukan mereka yang terjerat perdagangan orang atau penipuan. "Justru mereka korban juga," katanya.
Prostitusi online memang menawarkan jalan pintas untuk meraup banyak uang. Namun, sama halnya dalam dunia investasi, high risk high return. Semakin besar kemungkinan untungnya, semakin besar pula risiko yang harus dihadapi.
Sialnya, sering kali hanya para pekerja seks yang menanggung beban ini, sementara para pria hidung belang yang jadi pelanggan malah bebas melengang dan bebas dari hukuman.