Neraka di Itaewon, Sekilas Cerita dari Mereka yang Selamat

| 31 Oct 2022 15:25
Neraka di Itaewon, Sekilas Cerita dari Mereka yang Selamat
Petugas mengevakuasi korban yang berjatuhan di Itaewon, Sabtu (29/10). (Istimewa)

"Kalau benar ada neraka, aku pikir inilah neraka itu," kata sang penyintas. Ia selamat setelah seseorang menggenggam tangannya dan menariknya keluar dari kerumunan.

ERA.id - Dahulu bangsa Celtic percaya batas antara dunia orang hidup dan yang mati menjadi kabur pada malam sebelum masuk bulan November. Pada Sabtu, 29 Oktober 2022, batas itu benar-benar bercampur di gang kecil Itaewon saat perayaan halloween berubah menjadi petaka. 

Tercatat hingga hari ini, Senin (31/10), 154 orang bertumbangan jadi mayat di antara ribuan pengunjung lain yang datang untuk bersenang-senang di Itaewon. Setelah 2022, rasanya orang-orang tak lagi akan mengenang Itaewon dari drama masyhur Itaewon Class

Itaewon adalah permukiman di distrik Yongsan yang terkenal bagi turis-turis mancanegara di Korea Selatan. Selain digambarkan sebagai titik temu berbagai budaya, Itaewon juga jantung kehidupan malam yang berdegup kencang di ibu kota Seoul. 

Tiap tahunnya, ribuan orang dengan kostum segala rupa tumpah ruah di Itaewon merayakan halloween. Setelah tiga tahun terhenti karena pandemi, perayaan itu kembali dibuka tahun ini, dan siapa yang menyangka akan menjadi mimpi buruk yang nyata.

Gang sempit menurun sepanjang 45 meter dan lebar hanya 4 meter yang menghubungkan Exit 1 Stasiun Itaewon dengan World Food Street menjadi saksi ratusan orang terinjak dan sekarat. 

Gabriela datang ke Itaewon bersama kekasihnya, Choi Boseong pada malam celaka itu. Mereka dipisahkan kerumunan dan Gabriela harus kehilangan jejak kekasihnya. Seseorang hanya menemukan jaket dan ponselnya tergeletak di jalan. 

Sementara itu, Choi baru ditemukan kemudian di rumah sakit dalam kondisi tak bernyawa. Choi baru saja berusia 24 tahun, dan ia datang ke Itaewon untuk merayakan ulang tahunnya. Ia tak pernah mengira itu akan jadi ulang tahunnya yang terakhir.

Unggahan Gabriela saat mencari keberadaan kekasihnya. (Tangkapan layar) 

Salah seorang penyintas menceritakan suasana malam itu di sebuah forum online. Orang-orang berdatangan dari segala arah, ia tergencet dan tak bisa maju atau mundur, sekilas ia melihat pemuda berbando kelinci di belakangnya berteriak ke teman-temannya. “Persetan, dorong terus! Dorong!” Karena jalan menurun, orang-orang yang terdorong berjatuhan dan terinjak-injak.

“Kalau benar ada neraka, aku pikir inilah neraka itu,” kata sang penyintas. Ia selamat setelah seseorang menggenggam tangannya dan menariknya keluar dari kerumunan. Ia melihat orang-orang berada di ambang batas antara hidup dan mati, banyak polisi dan petugas damkar melakukan CPR, tangisan di mana-mana, dan beberapa orang gila menyetel lagu Sex on The Beach sambil merekam semuanya, seakan dunia berakhir besok dan pesta harus berlanjut hingga tuntas.

Jenazah bergelimpangan di Itaewon pasca tragedi desak-desakan ribuan orang, Sabtu (29/10). (Istimewa)

Tak jauh dari sana, seorang pengunjung lain berjuang keluar dari neraka itu. Badannya terhimpit sampai ke pojokan. Di sekelilingnya lautan manusia mengganas. Ia dan beberapa yang lain akhirnya berusaha memanjat pagar pub setinggi pria dewasa. Sesampainya di atas, ia mendengar petugas pub meneriaki handie talkie di tangannya. “Hentikan orang yang naik ke atas! Lempar saja ke bawah!” 

Ia menangis dan memohon-mohon agar dibiarkan keluar dari pintu pub yang hanya berjarak sekian langkah dari lautan manusia di bawah. Beberapa saat setelah negosiasi yang alot, seorang petugas pub membiarkannya lewat. Ia sejenak melihat ke belakang, dan secepatnya mereka memblokir pagar itu agar tak bisa dimasuki orang lagi. Bisnis terus berjalan, dan orang-orang terus mati.

Laporan penyintas saat berusaha menyelamatkan diri dengan memanjat pagar. (Tangkapan layar)

Di sisi lain, seorang pelajar perempuan asal Tiongkok terperangkap di tengah tubuh-tubuh rongsok. Anak lelaki di belakangnya muntah di sekujur tubuhnya. "Ketika ada tiga orang mati satu per satu di dekatmu, dan kamu menempel dengan wajah dan tubuh mereka, kamu tahu apa itu keputusasaan," tulis perempuan itu di media sosialnya.

Ia pergi ke Itaewon sekitar pukul sepuluh malam, dan berencana pulang satu jam kemudian. Namun, ia keburu terjebak di tengah kepanikan dan melihat orang-orang jungkir balik. "Aku masih bisa merasakan kaki di udara, jari-jari yang tak bisa bergerak, dan kehabisan napas menuju mati," tulisnya lagi.

Keesokan harinya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol mengumumkan masa berkabung nasional dan memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di gedung-gedung pemerintahan dan kantor-kantor publik.

"Pemerintah akan menyelidiki secara menyeluruh penyebab insiden itu dan membuat perbaikan mendasar untuk memastikan kecelakaan yang sama tidak terjadi lagi di masa depan," ucap Yoon dalam pidatonya, Minggu (30/10).

Oktober 2022 akan dikenang sebagai bulan penuh kemalangan. Dibuka dengan Tragedi Kanjuruhan dan ditutup dengan Tragedi Itaewon. Ratusan orang mati. Seakan tak memberi jeda untuk berduka. Bedanya, jika Tragedi Kanjuruhan menyisakan banyak pihak yang bisa disalahkan, maka belum ada yang tahu siapa yang mesti disalahkan atas kecelakaan tragis di Itaewon. 

Mungkin kita hanya bisa mengutuki ketidakpedulian orang-orang yang terus berpesta saat orang-orang di depan mereka kehabisan napas, sambil diam-diam berdoa, semoga masih ada kemanusiaan yang tersisa dalam diri kita.

Rekomendasi