Membandingkan 6 Sifat Orang Indonesia ala Mochtar Lubis dengan Pejabat Masa Kini

| 17 Apr 2023 20:30
Membandingkan 6 Sifat Orang Indonesia ala Mochtar Lubis dengan Pejabat Masa Kini
Ilustrasi. (ERA/Luthfia Arifah Ziyad)

“Mengapa harus diperlukan keberanian luar biasa untuk melakukan sesuatu kejujuran biasa?” tulis Mochtar Lubis dalam novelnya Harimau! Harimau!

ERA.id - Di awal-awal masa terpilihnya jadi presiden, Jokowi pernah memberi pembekalan ke kader-kader PKB pas muktamar partai itu di Surabaya tahun 2014. Dalam pidatonya, ia mengutip pidato Mochtar Lubis tentang enam ciri orang Indonesia. Jokowi bilang tak semuanya ia percayai.

"Poin keempat, percaya takhayul, saya agak percaya. Wong pejabatnya saja banyak yang percaya!" ucap Jokowi disambut gemuruh tawa hadirin.

Mochtar Lubis ialah wartawan cum sastrawan yang digambarkan sebagai seorang ‘pembangkang’ yang hidup pada dua era: Orde Lama dan Orde Baru. Terhadap keduanya ia sama-sama bersikap keras dan membuat kuping para penguasa panas. Walhasil, ia harus menginap di penjara selama sepuluh tahun di masa Sukarno dan dua setengah bulan di masa Soeharto. 

Tahun 1977 –dua tahun setelah ia bebas dari tahanan Orde Baru– Mochtar Lubis naik ke atas panggung Taman Ismail Marzuki untuk menyampaikan pidato kebudayaan. Esok harinya, pidatonya tak hanya mangkrak di kolom sastra atau budaya surat-surat kabar, malah banyak muncul jadi topik utama di halaman depan. Pidato itu lalu dibukukan dengan judul: Manusia Indonesia.

Mochtar menyebutkan enam ciri manusia Indonesia yang, sialnya, jauh dari kata menyenangkan, yaitu: munafik, tidak bertanggung jawab, bersikap feodal, percaya takhayul, artistik, dan berkarakter lemah. 

Hampir setengah abad berlalu sejak pidato itu digaungkan Mochtar, tetapi rasanya kini masih tetap relevan jika membandingkannya dengan pejabat-pejabat Indonesia kiwari. Tidak percaya? Coba simak saja contoh-contohnya berikut ini:

1. Munafik atau hipokrit

Dikisahkan seorang bupati nun di pelosok Riau sangat vokal menentang ketidakadilan di daerahnya. Suatu hari, videonya protes ke pegawai kementerian keuangan (Kemenkeu) menyebar luas dan ramai ditonton orang. Banyak yang bertepuk tangan untuknya. Ceritanya, bupati itu kesal karena dana bagi hasil (DBH) minyak di tempatnya dari Kemenkeu tiap tahun makin berkurang. Padahal, menurutnya, minyak mereka terus bertambah.

"Di Riau ini mungkin kami paling banyak sekarang dibornya, tapi pertanyaannya, mengapa duit kami tak dikembalikan?" gugat bupati itu. "Minyaknya banyak, dapat besar, kok malah duitnya berkurang, ini kenapa? Apakah uang saya dibagi seluruh Indonesia?"

Ia bilang kalau pusat tak mau mengurus yang ada di daerah, kasihkan saja mereka ke negeri sebelah, sambil mengancam: Apakah perlu angkat senjata dulu? Di akhir, ia juga sempat bertanya, "Ini orang keuangan isinya iblis atau setan?"

Mantan Bupati Meranti Muhammad Adil saat digiring KPK. (Istimewa)

Nama bupati tadi adalah Muhammad Adil, Bupati Kepulauan Meranti periode 2021-2025, dan kisah di atas terjadi pada Desember 2022. Empat bulan lewat sejak saat itu, Adil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat tiga kasus: pemotongan anggaran dinas, suap travel umrah, dan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Gilanya lagi, Adil dilaporkan menggadaikan tanah dan gedung kantor bupati senilai Rp100 miliar kepada Bank Riau Kepri (BRK) Syariah.

Satu contoh di atas sudah bisa menggambarkan dengan gamblang ciri pertama manusia Indonesia yang disebutkan Mochtar: munafik! Kemarin-kemarin tuduh orang lain iblis, eh ternyata dirinya masih segolongan juga.

2. Tidak mau bertanggung jawab

“Pekerjaan kami bukan soal untuk viral atau menjawab viral,” kata Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik saat diwawancarai di kantornya. “Kita kerja pagi, siang, malam bukan urusan sama viral!”

Sebelum pernyataan itu keluar dari mulut Nunik, seorang warga Lampung bernama Bima sudah lebih dulu viral karena bikin video alasan mengapa daerahnya tertinggal. Di antaranya, kata Bima, karena infrastruktur yang terbatas, banyak proyek mangkrak, dan jalan-jalan rusak.

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan wakilnya Chusnunia Chalim. (ANTARA)

Setelah video Bima viral, beberapa ruas jalan rusak di Lampung langsung diaspal, seperti di Kabupaten Pringsewu yang katanya sudah bolak-balik dikeluhkan, tapi tak kunjung digubris. Sementara Nunik menyanggah kalau Pemerintah Provinsi Lampung baru kerja saat viral, Bima dilaporkan ke polisi dan keluarganya diteror Gubernur Lampung Arinal Djunaidi. Arinal bilang kalau ayah Bima tak becus mengurus anak. 

Membaca ilustrasi tadi, bisakah kita bilang sikap yang dipertontonkan gubernur Lampung dan wakilnya itu bertanggung jawab? Atau kita akan percaya Mochtar Lubis?

3. Berperilaku feodal

Kalau bicara soal budaya feodalisme di Indonesia, contoh paling gampangnya apa lagi kalau bukan Kesultanan Jogja? Daerah istimewa di Jawa Tengah itu dikuasai oleh Sri Sultan dan sedulurnya. Berdasarkan Undang-Undang, syarat gubernur Jogja haruslah sultan yang bertahta dan wakilnya dipegang Adipati Paku Alam. Bahasa sederhananya: Jogja punya sultan.

Ketika sultan serasa punya segalanya di sana, sebaliknya, upah minimum regional (UMR) Jogja jadi salah satu yang terendah sepenjuru negeri dengan angka yang tak sampai dua juta rupiah!

Sri Sultan Hamengkubuwana X. (Wikipedia)

Tahun lalu saya pernah ke Jogja bareng istri. Kami berdua pergi ke Alun-Alun Utara dan membayar Rp15 ribu untuk berkeliling naik becak motor. Pertama kami diarahkan menuju toko oleh-oleh dan membeli beberapa kotak bakpia, lalu kami diantarkan ke toko baju yang harganya cukup mahal dan kami memutuskan hanya cuci-cuci mata saja di sana. 

Destinasi terakhir kami sebelum diturunkan di parkiran adalah sebuah galeri seni yang agak masuk ke dalam gang sempit. Saya, istri, dan beberapa pengunjung lain diminta berbaris. Seorang pria berblankon menerangkan sebagian lukisan yang dipamerkan: potret sultan dari masa ke masa hingga gambar tokoh-tokoh pewayangan. 

Pada akhir sesi ia berkata bahwa galeri itu dikelola abdi dalem kesultanan dan gambar-gambarnya dilukis anak-anak mereka. Hasil penjualan lukisan, katanya, bakal digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga abdi dalem. "Karena tahu sendiri, penghasilan sebagai abdi dalem tak seberapa,” katanya lirih.

Saya tak bertanya berapa gaji abdi dalem sebenarnya, tapi istri saya menyenggol lengan saya dan berbisik, “Kalau gajinya sedikit, kenapa gajinya gak dinaikin biar gak perlu cari sampingan?” Pertanyaan itu tak bisa saya jawab sampai sekarang.

4. Percaya takhayul

Ketika Jokowi bilang banyak pejabat yang percaya takhayul, mungkin ia juga sedang menunjuk dirinya sendiri, dan asumsi ini bukannya tanpa alasan. 

Presiden Joko Widodo. (Istimewa)

Kamu pernah dengar mitos di Jawa soal presiden bakal lengser jika mengunjungi tiga tempat ini: Kediri, Bojonegoro, dan Pati? Februari 2020, Sekretaris Kabinet Pramono Anung meresmikan rusunawa di Pesantren Lirboyo, Kediri, bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Saat memberi sambutan di depan para kiai, setengah bercanda Pramono bilang kalau ia percaya mitos tersebut.

"Ngapunten, Kiai, saya termasuk orang yang melarang Pak Presiden berkunjung di Kediri," kata Pramono. "Saya masih ingat karena percaya atau tidak percaya, Gus Dur setelah berkunjung ke Lirboyo, tidak begitu lama gonjang-ganjing di Jakarta.”

Percaya atau tidak percaya, tiga daerah itu belum pernah dikunjungi Jokowi sejak jadi presiden. Jokowi pernah berencana mengunjungi Pati pada Agustus 2016, tetapi ia batalkan dan malah mengirim Luhut sebagai perwakilan. Lalu pada tahun 2021, saat kunjungan kerjanya ke Jawa Timur, Jokowi meresmikan Bendungan Gongseng di Bojonegoro secara virtual dari Trenggalek. Kebetulan?

5. Artistik

Di antara enam ciri manusia Indonesia dari Mochtar Lubis, yang kelima ini yang paling bernada positif. Dan kita bisa menemukannya dalam sosok bernama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mungkin dari sekian banyak presiden Indonesia, SBY-lah yang paling ‘nyeni’.

Mantan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan karya lukisannya. (Istimewa)

Bayangkan saja, selama menjabat jadi kepala negara dari 2004 ke 2014, SBY merilis total lima album musik: Rinduku Padamu (2007), Evolusi (2009), Ku Yakin Sampai di Sana (2010), Harmoni (2011), dan Kompilasi (2014). Kok sempat-sempatnya?

SBY mungkin meniru seniornya, Wiranto, yang lebih dulu menelurkan album musik Untukmu Indonesiaku tahun 2001 silam. Namun, SBY tak hanya berhenti di musik, ia juga merambah seni lukis setelah pensiun jadi presiden. Tak tanggung-tanggung, lukisannya pun diakui seniman sekaliber Sujiwo Tejo.

“Lagu-lagunya, sorry to say, kacangan banget. Tapi lukisan beliau hebat,” tulis Presiden Jancukers itu suatu ketika. SBY mungkin –bagi sebagian orang– kurang sukses sebagai presiden, tapi sebagai seniman, yah masih bisa dipertimbangkanlah.

6. Berkarakter lemah

Karakter lemah manusia Indonesia tergambar dalam sosok Jokowi di mata Megawati. Meskipun eks juragan mebel di Solo itu sudah jadi presiden dua kali (melebihi prestasi Megawati), tetapi bagi putri Sukarno itu, Jokowi tetap seorang petugas partai. Dan Megawati tak sungkan-sungkan mendeklarasikan sikapnya itu kapan pun, di mana pun, kepada siapa pun.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (ANTARA)

“Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan, duh kasihan dah!” ucap Megawati di sela-sela pidatonya saat peringatan HUT ke-50 PDIP. Apa respon Jokowi? Ia yang duduk di barisan paling depan hanya meringis menampakkan sebaris giginya yang rapi.

Bayangkan, seorang presiden negara berpenduduk lebih dari 250 juta orang di-roasting terbuka oleh ibu-ibu lulusan SMA tanpa perlawanan yang berarti. Ketika berhadapan dengan Megawati, Jokowi betul-betul mengamini ciri manusia Indonesia yang ditahbiskan Mochtar Lubis 46 tahun silam.

Rekomendasi