Masyarakat Indonesia walau Miskin Ternyata Tetap Bahagia

| 18 Jul 2024 15:55
Masyarakat Indonesia walau Miskin Ternyata Tetap Bahagia
Dokter Hasto menyampaikan ungkapan untuk indeks pembangunan keluarga di Indonesia (ERA.id / Dinno)

ERA.id - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo mengatakan, masyarakat Indonesia walaupun miskin tetap bahagia. 

Hal itu diungkapkan di sela acara Ramah Tamah dan Syukuran Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 Tahun 2024 di Auditorium BKKBN Pusat, Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.

Meski sebenarnya bukan merujuk pada masyarakat Indonesia secara menyeluruh terkait status kemiskinan, namun kata-kata itu hanya ungkapan yang merujuk pada hasil pengukuran Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) yang dilakukan oleh BKKBN.

“iBangga itu ada (indikator) tenteram, mandiri, bahagia. Skor kita yang tertinggi adalah kebahagiaan. Skornya 72. Sedangkan skor kemandirian 51. Kemudian skor ketenteraman sekitar 56 atau 57," jelas dokter Hasto.  

Berdasarkan data tersebut, menurut dokter Hasto, kemandirian masyarakat sesungguhnya masih lemah, walau kebahagiaan tinggi.

"Miskin tapi bahagia. Begitu kenyataannya. Masih bisa bersyukur. Meskipun masih miskin tapi tidak sedih,” ungkapnya.

Dokter Hasto lebih rinci menjelaskan tiga indikator pengukuran iBangga. Pertama, indeks ketenteraman yang merujuk pada status perkawinan secara sah bagi suami istri.

“Mereka memiliki akta nikah atau dokumen. Kalau istri simpanan, pasti nilai ketenteramannya rendah. Terus uring-uringan, dikejar-kejar rasa bersalah, maka nilai ketenteramannya rendah. Skor kita belum sampai 60. Belum tenteram karena perceraian juga tinggi,” tambah dokter Hasto.

Kedua, indikator kemandirian yang berkaitan erat dengan faktor ekonomi. Kemandirian itu jelas, angkanya 52 menurut data.

"Artinya, dia belum bisa mencukupi biaya pendidikan, biaya makan. Bukankah rakyat Indonesia  banyak yang menengah ke bawah," jelasnya. 

Selanjutnya, Indikator iBangga ketiga adalah kebahagiaan. Kebahagiaan ditandai dengan kehidupan bersosialisasi, gotong royong, berwisata, rekreasi, berkomunikasi, berinteraksi.

"Itu memang happy kita. Kalau di kampung jaga gardu, ronda ramai-ramai, ketawa-ketawa, padahal hutangnya banyak,” urainya.

Rekomendasi