Rafathar Marah Jadi Korban Prank Terus, Psikolog Ingatkan Bahaya Gangguan Mental yang Mengancam

| 26 Aug 2020 14:05
Rafathar Marah Jadi Korban Prank Terus, Psikolog Ingatkan Bahaya Gangguan Mental yang Mengancam
Raffi Ahmad dan Rafathar (Capture Youtube)

ERA.id - Konten prank yang melibatkan putra semata wayang Raffi Ahmad dan Nagita Slavina mendapat sorotan dari warganet hingga psikolog. Dari kacamata Intan Erlita, Psikolog, konten prank yang dialami Rafathar bisa berimbas pada kesehatan mentalnya

“Kalau dilihat dari videonya dia (Rafathar) menunjukkan kalau dia enggak suka, bahkan dia menunjukkan beberapa episode dari yang dia enggak suka. Sebenarnya itu harus diakomodir oleh orangtuanya,” kata Psikolog Intan Erlita saat dihubungi tim Era.id, baru-baru ini.

Lebih lanjut menurut Intan saat melihat video kemarahan Rafathar itu seharusnya baik Gigi maupun Raffi memahami maksud dari kata-kata anaknya. Dia menjelaskan dibalik penolakan itu ada maksud yang besar yang menandakan ada sesuatu yang dia tidak merasa nyaman.

Intan juga menegaskan sebagai orang tua harusnya jika ingin melibatkan anak ke dalam konten prank harus disetujui oleh kedua belah pihak, baik anak maupun orangtuanya sendiri. 

Tentu saja konten berbau prank ini tak boleh sering dilakukan karena bisa menimbulkan efek jangka panjang ke tumbuh kembang anak hingga kepribadiannya. 

“Dia (anak) bisa hilang kepercayaan ke orang rumahnya, hingga orang tuanya. Bahkan dia bisa melakukan hal yang sama ke orang lain atau bahkan ke orang tuanya sendiri,” ungkap Intan. 

Hal terpenting, menurutnya jika ingin membuat prank ke anak jangan sampai membuat prank yang bisa menimbulkan trauma hingga sang anak dewasa. Bagi Intan hal ini bisa berpengaruh hingga di masa depan. 

“Takutnya berimpact ke hal yang traumatis yang akhirnya PR-nya bukan sekarang tapi di masa mendatang,” lanjutnya. 

Trauma yang dialami oleh anak ini umumnya tak langsung timbul dan dirasakan saat itu juga, tetapi bisa dirasakan dan muncul saat dirinya sudah beranjak dewasa.

Meski marak video dan konten prank yang melibatkan anak, bagi Intan tidak semua konten prank itu menghasilkan trauma.

Rekomendasi