Dampak COVID Pada Sentuhan Seni Rupa

| 06 Jul 2020 19:32
Dampak COVID Pada Sentuhan Seni Rupa
Tangkapan layar pameran Pameran Online Donasi untuk Seniman Terdampak Pandemi (Iman Herdiana/era.id)
Bandung, era.id - Perempuan dalam lukisan tersebut akan terlihat biasa jika tak mengenakan face shield. Bagian dadanya terbuka, cat putih yang terlihat sebagai pakaian dalam menutupi dada ke bawah. Matanya terpejam, dengan bibir mungil bergincu. Pelindung wajah transparan menunjukkan bahwa lukisan ini lahir di masa pandemi COVID-19.

Pandemi COVID-19 yang menginfeksi lebih dari 10 juta umat manusia secara global telah memengaruhi semua tatanan kehidupan, tak terkecuali ranah seni rupa. Banyak seniman yang menganggur, banyak kurator yang tiarap.

Pengaruh itu merembet pada kehidupan ekonomi seniman maupun karya yang mereka lahirkan seperti terlihat pada lukisan perempuan dengan pelindung wajah karya Rendra Santana berjudul “Crisis #2”. Lukisan 50 × 60 cm dengan media minyak di atas kanvas ini dijual Rp2.500.000, harga yang murah bagi lukisan.

Tapi harga tersebut merupakan harga spesial karena sebagian hasilnya didonasikan untuk seniman terdampak krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Lukisan tersebut satu dari sekitar 200 karya yang dipamerkan dalam Pameran Online Donasi untuk Seniman Terdampak Pandemi: Seni Rupa Jawa Barat untuk Seniman Jawa Barat, di Gedung Pusat Kebudayaan (GPK), Jalan Naripan, Bandung, 26 Juni-26 Juli 2020.

Kurator pameran, Isa Perkasa, bilang ada 125 perupa yang mengikuti pameran. Mereka berasal dari kota/kabupaten di Jawa Barat. Karya seni yang dipamerkan terdiri dari lukisan cat minyak maupun gambar atau drawing dengan media non-cat minyak.

“Minimal 30 persen dari satu karya yang terjual didonasikan untuk seniman terdampak pandemi. 70 persen lagi milik seniman pemilik karyanya. Meski ada juga seniman yang memberi 50 persen untuk donasi,” kata Isa Perkasa, saat dihubungi Era.id, Senin (6/7/2020).

Pameran sudah mengumpulkan dana dari penjualan lukisan sebesar Rp40 juta. Dari jumlah tersebut, Rp10 juta sudah disalurkan ke seniman di daerah. Menurut Isa, seniman di daerah paling terdampak pandemi ini. Sehari-hari mereka berpenghasilan dari berkarya, tidak ada sampingan lain. Sehingga ketika pandemi, mereka menerima pukulan telak.

“Mereka dijanjikan akan mendapatkan bansos, tapi janji tersebut tak kunjung nongol. Sementara mereka butuh makan. Jadi kita harus mandiri, bikin pameran, dan hasilnya untuk seniman sendiri,” terang Isa yang menyertakan drawing-drawing bertema politik dalam pameran yang bisa disaksikan di Instagram galeri_pusatkebudayaan, institutdrawing, bdgconnex.

Tema tentang COVID-19 memang bertebaran dalam pameran online ini. Misalnya Ahmad Nurcholis

menyajikan drawing berjudul “Tenanglah Jiwa” dengan media charcoal, pensil warna di atas kertas berukuran 40 x 60 Cm. Drawing ini tentang perempuan yang membopong anaknya. Perempuan berkerudung ini duduk di atas susunan batu, wajahnya tertunduk dan mengenakan masker.

Perupa M Oscar Sastra menyajikan “Cuci Tangan” dengan media cat air di atas kertas 50 x 70 Cm. Drawing ini tentang sepasang tangan yang diguyur air keran. Drawing dengan media tinta Cina dan cat air di atas kertas nasi 45 x 32 Cm ini juga menunjukkan simbol virus korona.

Pandemi virus korona di mata para perupa peserta pameran tersaji dalam beragam perspektif. Ada yang muram, ada pula yang optimis, ada teror dan ada yang mengajak untuk tetap semangat sambil menantikan masyarakat pasca-pandemi di mana COVID-19 bisa terkendali.

Optimisme misalnya hadir pada karya Alexandreia Indri Wibawa melalui drawing “Life Goes on”. Drawing 45 x 32 Cm dengan media pena dan cat air ini berupa prosesi pemakaman korban COVID yang dilakukan petugas berpakaian hazmat. Tak jauh dari makam, ada pohon berbunga cerah yang tumbuh subur di dekat seekor kucing hitam.

Tetapi tidak semua seniman peserta pameran menghadirkan karya dengan tema korona. Dan tidak semua karya seni yang ditampilkan berbentuk drawing, karena banyak juga lukisan dengan media cat minyak di atas kanvas.

Tags : seni tari
Rekomendasi