ERA.id - Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dituding berbohong saat menyatakan surat-surat tanah milik ahli waris Brata Ruswanda, Wiwik Sudarsih, adalah palsu. Wiwik mengaku kecewa dengan pernyataan Djuhandhani itu dan meminta agar penyidik segera mengembalikan asetnya.
"Tujuan saya datang ke sini untuk mengambil surat-surat yang ada di Mabes Polri. Pokoknya, apa pun alasannya seharusnya diberikan, karena itu kan kita sudah meminta, sudah lebih dari empat kali kami datang ke sini," kata Wiwik di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Kuasa hukum Wiwik, Poltak Silitonga menambahkan Djuhandhani telah menyebarkan berita palsu atau hoaks karena menyebut surat tanah milik kliennya dengan objek seluas 10 hektare di Kotawaringin Barat palsu. Sebab, belum ada proses pengadilan yang menyatakan surat tanah kliennya palsu.
"Seharusnya seorang jenderal harus hati-hati berbicara. Kalau menyatakan palsu berarti kan pengadilan yang mengatakan itu yang berhak. Padahal ini kita tidak pernah dilaporkan siapa," ujar Poltak.
Malahan, kliennya melaporkan mantan Bupati Kotawaringin Kotawaringin Barat (Kobar), Nurhidayah atas dugaan menguasai 10 hektare lahan milik Wiwik menggunakan serifikat palsu. Pelaporan terhadap mantan kepala daerah itu dilayangkan tahun 2018 dengan nomor LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.
Saat penyelidikan, penyidik meminta surat tanah kliennya yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda. Kemudian, Wiwik memberikan surat tanah asli itu yang sejatinya tidak perlu diberikan.
"Tetapi, karena kita sudah menduga ada konspirasi antara penyidik dengan Bupati Kotawaringin Barat yang berkuasa itu dibujuk-bujuk lah Ibu ini untuk memberikan suratnya. Tanpa didampingi pengacara gitu loh," jelasnya.
Akhirnya, Wiwik memberikan sertifikat tanahnya dengan harapan segera diproses penyidik. Namun, perkara itu tidak tuntas hingga 2024. Surat berharganya pun tak dikembalikan hingga saat ini.
Poltak mengaku mencari tahu alasan penyidik Dittipidum Bareskrim Polri tidak mau menyerahkan sertifikat tanah Wiwik. Berdasarkan informasi yang didapatnya, ada seorang kontraktor yang diduga menyerahkan uang Rp8 miliar untuk para penyidik agar tidak melanjutkan penanganan kasus dan menyita surat-surat tanah.
"Itu kan info yang kita dengar ya. Tetapi, ketika kita datang lagi untuk meminta surat itu sampai datang empat kali dari Kalimantan. Ibu ini sudah tua, sudah 69 tahun tidak juga diberikan. Katanya sabar, sabar," ucap Poltak.
Karena sudah tidak sabar karena menunggu bertahun-tahun tak kunjung ada kejelasan, Wiwik melaporkan Brigjen Djuhandani ke Propam Polri.
Sebelumnya, Djuhandhani buka suara usai diadukan ke Propam. Jenderal bintang satu Polri ini membantah jika melakukan penggelapan. Dia juga tak mempermasalahkan jika diadukan ke Propam.
"Kalau laporan penyidik ataupun menggelapkan itu, kan harus apa yang digelapkan? Orang semuanya sudah di Bareskrim. Semuanya sesuai aturan yang dilakukan. Kalau dilaporkan sebagai penggelapan, silakan," ucap Djuhandhani kepada wartawan dikutip Senin (24/2/2025).
Djuhandhani menjelaskan pihaknya menerima laporan terkait pemalsuan. Pelapor lalu mengirim alat bukti berupa sertifikat kepada penyidik.
Barang bukti itu kemudian diuji di laboratorium forensik (labfor). Hasilnya, ditemukan jika yang menjadi dasar laporan atau pelapor bawa untuk kasus tersebut adalah barang yang menjadi objek, dan ternyata sertifikat itu palsu berdasarkan hasil labfor.
Berdasarkan KUHAP, barang bukti yang sudah tidak terpakai dalam proses penyidikan akan dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, dokumen itu belum dikembalikan karena penyidik belum melakukan gelar perkara.
"Dalam proses itu kan ada sebuah gelar perkara, nah gelar perkara yang dilakukan setelah itu saat ini sedang proses. Kalau prosesnya sedang proses gelar, apakah boleh saya serahkan? Walaupun pelapor minta ya," jelasnya.
“Ini tentu saja kami masih proses habis gelar, sudah sepakat. Dan itu sesuai KUHAP, pasti akan kita kembalikan dengan catatan. Kami akan memberikan catatan bahwa surat ini hasil labfor non-identik. Kami tetap menjaga jangan sampai surat ini digunakan untuk perbuatan lain. Bukan digelapkan," imbuhnya.