ERA.id - Seorang guru ngaji berinisial AMJ (45) ditangkap oleh kepolisian atas dugaan mencabuli sembilan gadis di kawasan Puncak, Jawa Barat. Pelaku ditangkap setelah mangkir dari panggilan sebagai saksi dan pemeriksaan sebagai tersangka.
Kasatreskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto mengatakan tersangka akhirnya memenuhi panggilan dan menjalani pemeriksaan secara intensif di Polres Cianjur, guna memudahkan pemeriksaan langsung dilakukan penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
"Setelah diperiksa akhirnya diputuskan untuk melakukan penahanan terhadap oknum guru mengaji tersebut," katanya, dikutip Antara, Jumat (15/8/2025).
Pihaknya membenarkan tersangka mengajukan penangguhan penahanan yang menjadi haknya, namun tersangka diminta memenuhi dan menempuh prosedur sehingga dapat menjadi pertimbangkan dikabulkan atau tidaknya.
Terlebih ungkap dia, selama ini tersangka kerap mangkir dari panggilan yang dilayangkan dengan dalih sakit atau pihak keluarga yang sakit serta sejumlah alasan lain saat dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai tersangka.
"AMJ dijerat dengan pasal 82 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun," katanya.
Seperti diberitakan Kepolisian Resor Cianjur, mendalami laporan pencabulan oknum guru mengaji di kawasan Puncak, terhadap sembilan orang korban yang sudah membuat laporan.
Kasatreskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto, mengatakan tengah mengembangkan dan melakukan penyelidikan terkait dugaan pelecehan seksual yang menimpa korban, bahkan sudah melayangkan panggilan terhadap oknum guru mengaji.
Sedangkan terkait terlapor yang sudah dipanggil melalui pengacaranya meminta penjadwalan ulang karena belum bisa memenuhi panggilan polisi.
"Kami pastikan proses hukum tetap berjalan sampai terlapor hadir," katanya.
Sementara terungkap-nya aksi pencabulan yang dilakukan oknum tersebut dengan dalih pengobatan alternatif terhadap santriwati yang belajar padanya sejak tahun 2015, dimana sebagian besar korban ditanya terkait kondisi kesehatannya.