KPK Cecar Kakak Cak Imin Soal Dugaan Korupsi Dana Hibah di Jatim

| 22 Aug 2024 21:13
KPK Cecar Kakak Cak Imin Soal Dugaan Korupsi Dana Hibah di Jatim
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar (AHI). (Antara)

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar (AHI). Penyidik mencecar dia soal dugaan rasuah dana hibah APBD Pemprov Jawa Timur untuk kelompok masyarakat (pokmas).

"Yang bersangkutan didalami terkait dengan pengetahuan hibah dana atau dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur ke Pokmas atau kelompok masyarakat," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2024).

Tessa mengatakan, kakak kandung Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai menteri. 

Namun, Tessa mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci kaitan antara jabatan Abdul Halim saat ini dengan kasus yang sedang ditangani. Adapun Abdul Halim diketahui pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (2009-2014) dan Ketua DPRD Jawa Timur (2014-2019).

"Belum bisa dibuka dulu karena masih berproses dan sudah masuk materi penyidikan," ujar Tessa.

Tessa menjelaskan, keterangan Abdul Halim dibutuhkan penyidik untuk membuat terang pengusutan kasus ini.

"Jadi, tentunya ada hal-hal yang perlu diklarifikasi dari yang bersangkutan terkait kejadian maupun mungkin ada alat bukti yang ditunjukkan. Sehingga yang bersangkutan dipanggil, tapi kaitannya apa masih belum bisa dibuka secara rinci," tegas juru bicara berlatarbelakang penyidik itu.

Secara terpisah, Abdul Halim mengaku telah menyampaikan semua informasi yang diketahuinya terkait kasus ini kepada penyidik KPK.

"Semua sudah saya jelaskan, clear, sudah, terserah pihak penyidik. Jadi, semua sudah saya sampaikan, pertanyaan saya jawab lengkap, tidak ada satu pun yang terlewat," kata Abdul Halim kepada wartawan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (22/8).

Saat ditanya mengenai aliran uang, ia pun mengklaim tidak pernah menerima dana pokok pikiran (pokir) APBD Pemprov Jawa Timur.

"Ya (diperiksa dengan kapasitas) pokoknya waktu urusan Jawa Timur lah, ya. Kan bisa waktu Ketua DPRD, bisa setelahnya, macam-macam," jelas dia.

"Enggak, enggak pernah (terima dana pokir)," sambungnya menjelaskan.

Adapun sebanyak 21 orang telah dicegah bepergian ke luar negeri terkait penyidikan kasus korupsi ini sejak 26 Juli 2024. Larangan bepergian ini berlaku selama enam bulan kedepan.

Dari 21 orang yang dicegah itu, enam diantaranya merupakan penyelenggara negara. Rincian inisialnya, yakni KUS yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Provinsi Jawa Timur; AI yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Provinsi Jawa Timur; dan AS yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.

Lalu, FA yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Kabupaten Sampang; MAH yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Provinsi Jawa Timur; sertaJJ yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Kabupaten Probolinggo.

Kemudian, 15 orang lainnya adalah pihak swasta. Rincian inisialnya, yaitu BW, JPP, HAS, SUK, AR, WK, AJ, MAS, AA, AH, AYM, RWS, MF, AM, dan MM.

Sebelumnya, KPK mengembangkan penyidikan kasus suap dana hibah untuk kelompok masyarakat atau pokmas dari APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2019-2022 yang menjerat eks Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak. Ada 21 orang yang ditetapkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan tersebut.

Empat tersangka merupakan penerima suap. Mereka terdiri dari tiga penyelenggara negara dan satu staf. Sedangkan 17 tersangka pemberi suap terdiri dari dua penyelenggara negara dan 15 pihak swasta. Namun, belum dirinci identitas para tersangka ini.

KPK juga telah menggeledah sejumlah lokasi sejak 8 Juli lalu. Upaya paksa ini dilakukan di beberapa rumah di Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Tulungagung, Gresik, serta di Pulau Madura, seperti Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep.

Dari penggeledahan tersebut, penyidik menemukan uang sekitar Rp380 juta, dokumen terkait pengurusan dana hibah, kuitansi serta catatan penerimaan uang bernilai miliaran rupiah. Kemudian, bukti setoran uang ke bank, bukti penggunaan uang untuk pembelian rumah, salinan sertifikat rumah dan dokumen lain serta barang elektronik berupa handphone dan media penyimpanan lainnya. 

Rekomendasi