Ketua Komisi II Tak Masalah RUU ASN Atur Mutasi Eselon II ke Atas oleh Presiden

| 22 Apr 2025 07:10
Ketua Komisi II Tak Masalah RUU ASN Atur Mutasi Eselon II ke Atas oleh Presiden
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. (Dok. DPR RI).

ERA.id - Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menilai, tidak ada yang salah dengan rencana pemusatan atau desentralisasi birokrasi daerah oleh presiden dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). Sebab, kepala negara adalah pemegang kekuasaan tertinggi.

Diketahui, RUU ASN rencananya bakal mengubah aturan mutasi eselon II ke atas. Kewenangan itu nantinya akan dipusatkan ke presiden.

"Menurut pandangan kami tidak salah. Karena dalam ketentuan kontitusi, kekuasaan tertinggi terkait dengan pemerintahan itu di tangan presiden," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Selasa (22/4/2025).

"Dalam konteks aparatur negara, presiden kemudian bisa melakukan kekuasaan itu, termasuk melakukan mutasi, promosi, dan seterusnya," sambungnya.

Dia mengatakan, dalam UU ASN yang berlaku saat ini sudah mengisyarakatkan hal tersebut. Hanya saja belum terimplementasikan secara nasional.

Dia mengungkapkan, perubahan itu muncul karena adanya dua alasan. Pertama, ketidaknetralan ASN dalam Pemilihan Umum (Pemilu), khususnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Menurutnya, ketidaknetralan itu dipicu karena para eselon, terutama eselon II seperti kepala dinas maupun sekretaris daerah (sekda) dituntut loyalitas kepada kepala daerah.

"ASN di daerah, terutama eselon II, para kepala dinas, sekda, di satu sisi dituntut untuk netral. Di sisi yang lain mereka harus dalam tanda kutip menunjukan loyalitas kepada para kepala daerah," kata Rifqi.

"Apakah karena kepala daerah itu nyalon lagi, atau karena ada calon yang didukung oleh kepala daerah tersebut. Nah, pada posisi ini terjadilah ketidaknetralan," lanjutnya.

Alasan kedua yaitu, jomplangnya sistem meritokrasi antar satu pemerintah daerah dengan daerah lainnya. Terlebih jika dibandingkan dengan meritokrasi di kementerian dan lembaga.

Dia mecontohkan, orang dengan kapasitas tertentu, misalnya yang mendapatkan pendidikan tinggi di luar negeri, dinilai tidak cocok dengan kapasitas pemerintah kabupaten tertentu yang destruktif.

"Harusnya kan dia mewarani dan mengembangkan birokrasi, yang ada terbalik. Kapasitas itu destruktif menurut dia. Karena lingkungannya tidak sebanding dengan kapasitasnya," kata Rifqi.

Menurutnya, sumber daya manusia (SDM) dengan kapastitas itu harus diberi ruang. Sehingga memungkinkan untuk menjadi pejabat dengan kualitas yang baik secara nasional.

"Nah, karena dua hal inilah kemudian ada pikiran untuk menarik pengangkatan, pemberhentian, termasuk mutasi eselon II ke atas itu dilakukan oleh pemerintah pusat," ucap politisi NasDem itu. 

Rekomendasi