ERA.id - Pemerintah dan DPR RI sepakat mencabut klaster pendidikan dari Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Panita Kerja RUU Ciptaker di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kamis (24/9/2020). Apa alasannya?
Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengatakan, pemerintah mengusulkan empat undang-undang (UU) yang khusus berkaitan dengan pengaturan di dalam sektor pendidikan dan kebudayaan untuk dicabut dari RUU Ciptaker.
"Pemerintah dalam hal ini yang diwakili oleh Menko Perekonomian, kemudian Kemendikbud, mengusulkan kepada Panja untuk mencabut ketentuan mengenai empat UU yang diatur di dalam RUU Cipta kerja untuk dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja," ujar Elen saat membacakan pandangan dari pemerintah.
Adapun empat UU yang dimaksud yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU Nomor 14 Tahun 2005 tetang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, adanya klater pendidikan di RUU Ciptaker memang lebih banyak mudarat ketimbang manfaat.
- Saat Arteria Dahlan Curiga Cleaning Service Kejagung Punya Tabungan Rp100 Juta
- Naik Helikopter, Ketua KPK Firli Bahuri 'Cuma' Dapat Teguran Tertulis dari Dewas
- Gara-Gara Posting Foto di WeChat, Prajurit Militer China di Selat Taiwan Dipecat
- Anies Baswedan Dinobatkan sebagai Gubernur Terbaik Dunia, Faktanya
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Baleg DPR dan pemerintah yang mendengarkan aspirasi kami untuk mengeluarkan kluster Pendidikan dari pembahasan RUU Ciptaker, karena kami meyakini banyak mudarat daripada manfaatnya ketika penyelenggaraan Pendidikan diatur dalam RUU Ciptaker," ujar Syaiful Huda kepada wartawan, Kamis (24/9/2020).
Huda menilai berbagai regulasi terkait penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia sejauh ini masih tetap relevan.
Menurutnya, empat undang-undang (UU) yang khusus berkaitan dengan pengaturan di dalam sektor pendidikan yang hendak disederhakan dalam RUU Ciptaker, masih layak dijadikan dasar hukum penyelenggaraan Pendidikan nasional.
"Berbagai aturan perundangan terkait pendidikan sampai saat ini masih cukup relevan, meskipun kita tidak menutup peluang adanya berbagai revisi beberapa aturan agar sesuai dengan perkembangan situasi nasional maupun global," katanya.
Penyelenggaraan pendidikan dalam RUU Ciptaker, kata Huda, dinilai banyak kalangan sangat kontraproduktif bagi ekosistem pendidikan di tanah air. Salah satu contohnya, RUU Ciptaker akan menjadikan Indonesia sebagai pasar bebas pendidikan.
Sebab, aturan pendidikan di RUU Ciptaker banyak menghapus persyaratan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia. Selain itu juga ada penghapusan prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi, dan penghapusan kewajiban bagi perguruan tinggi asing untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi nasional.
"Kami tidak bisa membayangkan jika RUU Ciptaker kluster pendidikan benar-benar disahkan. Pasti banyak kampus-kampus di Indonesia yang akan gulung tikar karena kalah bersaing dengan berbagai perguruan tinggi asing yang lebih mapan," kata Huda.