ERA.id - Aksi demonstrasi menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja diwarnai aksi bakar ban oleh mahasiswa. Bukan kali ini saja aksi demonstrasi diwarnai aksi bakar ban. Kenapa aksi demo khususnya demo mahasiswa selalu diwarnai aksi bakar ban?
Nampaknya, aksi mahasiswa tanpa bakar ban bagaikan sayur tanpa garam. Belum diketahui sejak kapan 'tradisi' bakar ban dalam aksi demonstrasi dimulai. Namun, ada beberapa alasan kenapa mahasiswa hampir selalu bakar ban saat demo dan berorasi.
Dengan membakar ban mahasiswa menunjukkan bentuk perlawanan kepada penguasa. Nyala api dan asap tebal yang mengepul disebut akan berdampak kepada psikologis pendemo," jelas Ketua HMI Sumatera Utara, Alwi Hasbi Silalahi, kepada ERA.id, Selasa (20/10/2020).
Selain itu, nyala api dan kepulan asap hitam yang pekat bisa memberikan semangat kepada para pendemo. Nilai ekonomis juga menjadi pertimbangan mahasiswa membakar ban.
"Menggunakan ban bekas, karena mudah didapat dan cepat terbakar,” kata Hasbi.
Untuk mendapatkan ban bekas, mahasiswa dengan mudah bisa peroleh dari bengkel-bengkel dan sangat mudah diperoleh.
Hari ini, aksi massa tolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja diwarnai aksi bakar ban. Mahasiwa membakar ban sambil berorasi. Mereka membawa sejumlah poster dan bendera BEM SI. Mereka juga memakai almamater identitas masing-masing kampus asalnya.
"Perjuangan Tak Akan Mati oleh Tindakan Represif Aparat," tulis poster yang dibawa oleh massa.
Terlepas dari itu semua, satu hal yang pasti adalah, membakar ban memunculkan polusi sangat tinggi. Asap hitam pekat hasil pembakaran mengandung metal dan bahan kimia berbahaya yang akan mengotori udara dan bisa menyebabkan masalah kesehatan kronis.