Analogi 'Genteng Bocor' Menkes Soal Kesalahan Cara Testing COVID-19 di Indonesia

| 23 Jan 2021 10:37
Analogi 'Genteng Bocor' Menkes Soal Kesalahan Cara Testing COVID-19 di Indonesia
Ilustrasi pengambilan uji swab COVID-19. (Foto: ANTARA)

ERA.id - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan selama nyaris satu tahun Indonesia dihantam pandemi COVID-19, cara testing yang digunakan salah. Akibatnya, angka kasus positif pasien yang terjangkit virus korona terus melonjak.

Budi lantas mengibaratkan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia selama ini seperti mengepel di saat hujan tanpa pernah menambal atap yang bocor.

"Testing, tracking isolasinya ya ini, ini menambal bocornya. Kita tuh nggak disiplin, cara testingnya salah," ungkap Budi seperti dikutip dari acara diskusi 'Vaksin dan Kita' di kanal YouTube PRMN SuCi, Sabtu (23/1/2021).

Budi menjelaskan, berdasarkan ilmu epidemiologi, seharusnya testing menyasar pada suspek atau orang yang diduga terjangkit COVID-19.

Dia lantas mencontohkan dirinya yang wajib uji usap atau swab test sebelum bertemu Presiden Joko Widodo. Artinya, testing mandiri yang dilakukan orang-orang seperti saat hendak bepergian atau menteri yang harus bertemu presiden tidak termasuk dalam testing epidemiologi.

"Testing kan, aku diajarin epidemiologi, yang dites itu orang yang suspect. Bukan orang yang mau pergi kaya Budi Gunadi Sadikin yang mau ngadep presiden, nanti lima kali standar WHO terpenuhi tuh 1 per 1000 per minggu tapi nggak ada gunanya testingnya," kata Budi.

"Jadi testingnya banyak, kok naik terus. Habis yang dites orang kaya saya. Setiap kali mau ke presiden dites, seminggu bisa lima swab karena masuk Istana," imbuhnya.

Untuk diketahui, testing COVID-19 yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1.000 per satu juta penduduk selama sepekan.

Dengan begitu, Budi mengaku tak heran apabila jumlah testing COVID-19 di Indonesia bisa memenuhi standar yang ditetapkan WHO. Namun upaya itu ternyata persuma karena salah.

Tes COVID-19

Selain testing yang salah, Budi juga mengungkapkan jika selama ini Indonesia kekurangan tenaga kesehatan karena masih terkendala sertifikasi Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).

Artinya, meskipun seseorang telah selesai menempuh pendidikan profesi sebagai dokter atau perawat, namun mereka tidak bisa langsung bekerja karena harus mendapatkan sertfikasi tersebut. Budi bahkan mengaku ada 10.000 perawat yang belum bisa bekerja karena belum mengantongi sertifikat Hiperkes.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Budi pun langsung menghapuskan kewajiban sertifikasi hiperkes bagi tenaga kesehatan selama masa pandemi masih berlangsung.

"Ada 10.000 suster belum bisa kerja, padahal kekurangan suster itu rumah sakit. Akhirnya saya lepasin (sertifikat hiperkes), udah lah ga usah sertifikasi-sertifikasi, masa pandemi gini yang penting masuk dulu kerja daripada yang lain-lain sakit semua. Dokter-dokter itu juga sama," papar Budi.

Sebelumnya, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto mengatakan, selama sepekan terakhir telah dilakukan testing terhadap 292.519 orang, sudah melampaui standar WHO untuk Indonesia yakni tes terhadap 267 ribu orang per minggu.

"Standar WHO adalah 10 persen per 1.000 orang sehingga minimalnya Indonesia sudah mencapai sekitar 107,69 persen dari apa yang dipersyaratkan oleh WHO,” kata Menko Airlangga dalam temu media di Jakarta, Kamis (21/1/2021).

Rekomendasi