Uji Klinik Ivermectin Sebagai Terapi COVID-19 Digelar di 8 RS, Dimana Saja?

| 29 Jun 2021 07:20
Uji Klinik Ivermectin Sebagai Terapi COVID-19 Digelar di 8 RS, Dimana Saja?
Ivermectin (Dok. Antara)

ERA.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) terhadap Ivermectin. Nantinya, obat anti parasit itu bakal menjadi salah satu obat terapi bagi pasien COVID-19.

Uji klinik obat Ivermectin ini akan diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan digelar di delapan rumah sakit yang tersebar di Jakarta, Medan, dan Pontianak.

Kedelapan RS tersebut antara lain RS Persahabatan, RS Sulanti Saroso, RSPAD Gatot Soebroto, RSDC Wisma Atlet, RS Sudarso Pontianak, RS Adam Malik Medan, RSAU dr. Esnawan Antariksa, dan RSU Suyoto.

Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif (ONPPZA) BPOM, Rita Endang mengatakan uji klinik akan dilakukan kurang lebih satu bulan setelah subjek diberikan Ivermectin selama lima hari. Hal ini dilakukan untuk melihat keamanan dan khasiat Ivermectin sebagai obat terapi terhadap pasien COVID-19.

"Jadi, setelah pemberian Ivermectin selama lima hari kepada subjek, pengamatannya dilakukan 28 hari," ujar Endang dalam konferesi pers yang disiarkan di kanal YouTube Badan POM, Senin (28//6/2021).

Lebih lanjut, Endang menjelaskan, uji klinik terhadap Ivermectin sebagai obat terapi untuk pasien COVID-19 membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan. Namun, untuk pengamatannya sendiri hanya membutuhkan waktu satu hingga dua bulan.

Dia mengatakan, sejumlah negara saat ini sudah mulai melakukan uji klinis terhadap Ivermectin, diantaranya adalah India, Peru, Ceko dan sejumlah negara di Asia.

"Uji klinik akan berlangsung kurang lebih tiga bulan. Tapi pengamatan sebulan, dua bulan. Negara India, Peru, Ceko, dan beberapa negara Asia lainnya (sudah uji klinik Ivermectin)," kata Endang.

Kepala BPOM Penny Lukito menambahkan, uji klinik terhadap Ivermectin memang sudah dilakukan sejumlah negara. Hasil yang paling terlihat ada di negara India di mana obat tersebut dipakai saat gelombang kedua COVID-19 sedang melanda.

"Pak Menteri BUMN (Erick Thohir) menyampaikan informsi ke saya, jadi di India waktu periode intensites (kasus COVID-19) tinggi mereka menggunakan Ivermectin sampai mereda. Begitu mereda, mereka tidak menggunakan, tapi saat tinggi, sangat intensif digunakan," papar Penny.

Meskipun sudah mendapatkan lampu hijau dari BPOM, namun Penny tetap mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi Ivermectin secara sembarangan. Dia menekankan, BPOM megeluarkan izin pemakaian Ivermectin sebagai obat kecacingan atau obat cacing dalam dosis tertentu.

Ivermectin, kata Penny, tergolong obat keras yang penggunaannya harus melalui resep dokter. Sehingga, masyarakat dilarang membeli secara bebas, apalagi membeli dari pasar gelap.

"Kami sudah menyampaikan bahwa Ivermectin adalah obat keras yang harus dengan resep dokter," tegas Penny.

Alasan BPOM memberikan PPUK obat Ivermectin ini karena adanya data dari epidemiologi maupun jurnal global juga menyebutkan bahwa obat Ivermectin dapat digunakan untuk penanggulangan COVID-19.

Selain itu, sejalan dengan rekomendasi dari Organsiasai Kesehatan Dunia atau WHO, yang menyebutkan bahwa Ivermectin dapat digunakan dalam rangka uji klinik, maka BPOM memberikan izin uji klinik Ivermectin.

Pertimbangan lainnya, pemberiaan PPUK Ivermectin ini juga disertai dengan hasil publikasi dan analsis uji klinik sejumlah otoritas penggunaan obat seperti The United States Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Agency (EMA).

Rekomendasi