Pasangan Kumpul Kebo dan Seks di Luar Nikah Terancam Pidana di RKUHP Baru, Denny JA: Melanggar HAM

| 11 Jul 2022 12:43
Pasangan Kumpul Kebo dan Seks di Luar Nikah Terancam Pidana di RKUHP Baru, Denny JA: Melanggar HAM
Ilustrasi mahasiswa menolak RKUHP (VOI.id)

ERA.id - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyoroti beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.

Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR RI pada Rabu (6/7/2022) kemarin.

Dari draft final RKUHP tersebut, terdapat sederet pasal kontroversial yang menjadi perhatian hingga perbincangan publik.

“Presiden Jokowi, pimpinan Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem dan lain- lain, perlu mempertimbangkan kembali RUU KUHP,  terutama pasal yang menyangkut consensual sex, Perzinahan, Kumpul Kebo, pasal  415, 416,” kata Denny JA, Senin (11/7/2022).

Menurut Denny JA, hal tersebut penting sebelum RUU KUHP ini terlanjur disahkan menjadi UU. Jika disahkan maka menjadi sorotan negatif dunia internasional karena bagian dari Hak asasi Manusia (HAM).

"Consensual sex between adults, hubungan seks orang dewasa atas dasar suka sama suka, walau tak terikat pernikahan, itu adalah bagian dari hak asasi, pilihan gaya hidup," katanya.

Dalam draf RKUHP, mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebo dengan ancaman hukuman berbeda-beda. Bagi orang yang melakukan perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri, hukumannya diatur dalam Pasal 415 dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.

Pada Pasal 415 ayat 2 dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Sementara itu, untuk hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam Pasal 416 yang disebut bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan terancam pidana selama 6 bulan.

Pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Meski demikian kata Denny JA, perbuatan tersebut tetap berdosa menurut banyak agama. Namun, yang berdosa itu tak semuanya juga yang kriminal.

Denny JA berpandangan consensual sex adalah masalah moral, bukan tindakan kriminal.

“Para pembuat undang- undang harus menyadari. Bahwa kini kita hidup di era global yang menghargai  Right to Privacy.  Individu harus dibolehkan memilih gaya hidupnya sendiri, sejauh mereka tidak melakukan kekerasan dan pemaksaan,” sambungnya.

“Negara harus melindungi warga negaranya secara setara. Termasuk melindungi warga negaranya yang percaya hak asasi manusia, yang percaya Right to Sexuality, yang percaya consensual sex between adults,” ujarnya.

Denny juga mengutip ucapan seorang pengacara. Bahwa anggota DPR yang mengesahkan RUU ini akan terkena senjata makan tuan. Praktik consensual sex between adults di luar penikahan juga diduga menjadi hal yang umum terjadi di kalangan politisi dan pengacara.

"Akan bertambah penuh lagi penjara di Indonesia jika RUU ini disahkan," katanya.

Denny juga menilai hidup bersama dua orang dewasa yang memilih tidak menikah, itu pilihan hak asasi warga negara. Tentu saja itu berdosa bagi banyak agama. Tapi tak semua yang berdosa adalah kriminal. Itu pilihan moral warga negara.

"Semua tindakan yang diakui sebagai bagian hak asasi manusia oleh PBB, di mana Indonesia juga anggota PBB, bukan wilayah hukum kriminal. Prinsip ini basis negara modern yang harus menjadi rujukan para politisi dan pemimpin nasional," ucapnya.

Denny JA berharap Presiden Jokowi dan pimpinan partai besar di DPR mengkaji kembali RUU KUHP pasal soal consensual sex itu.

Rekomendasi