Fenomena Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Masih Terus Terjadi

| 17 Oct 2022 17:03
Fenomena Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Masih Terus Terjadi
Banjir di Indonesia menjadi fenomena tahunan (Unsplash)

ERA.id - Bencana hidrometeorologi di Indonesia menjadi isu menarik yang dibahas beberapa waktu ini. Negara dengan 17 ribu pulau yang tersebar di Samudera Hindia-Pasifik, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan menjadi sumber bencana alam. Lantas apa itu bencana hidrometeorologi? Apa saja penyebabnya?

Curah hujan di atas tingkat normal telah diperkirakan di beberapa daerah di seluruh negeri (Unsplash)

Dilansir dari BPBD Bogor, bencana hidrometeorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin dan kelembaban.

Contoh bencana hidrometeorologi diantaranya berupa kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, longsor, angin puyuh, gelombang dingin, hingga gelombang panas.

Apa Penyebab Bencana Hidrometeorologi?

Penyebab bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Perlu diketahui, Indonesia sering mengalami perubahan cuaca dan iklim secara mendadak dan ekstrem yang berujung pada bencana hidrometeorologi.

Dilansir dari Antaranews, Indonesia memiliki empat klaster bencana yaitu geologi dan vulkanologi (letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami), hidrometeorologi I (kebakaran hutan dan kekeringan), hidrometeorologi II (banjir bandang, tanah longsor, dan abrasi pantai), dan non-alam. bencana (limbah, epidemi, dan kegagalan teknologi).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melaporkan bahwa 2.931 bencana mengungsikan 8,26 juta orang di Indonesia antara 1 Januari hingga 19 Desember 2021.

Mirisnya, bencana tahun lalu merenggut 654 nyawa, menyebabkan 93 orang hilang, dan 14.105 lainnya luka-luka. Bencana tersebut terdiri dari banjir 1.236, cuaca ekstrem 746, tanah longsor 595, dan kebakaran hutan dan perkebunan 265.

Selama minggu pertama Januari 2022, tercatat 68 bencana alam yang terdiri dari 38 banjir, 16 kejadian cuaca ekstrem, 12 tanah longsor, 1 kebakaran hutan, dan 1 gelombang pasang.

Bencana tersebut mengakibatkan 7 orang tewas, 15 orang luka-luka, dan 140.620 lainnya terkena dampak dan mengungsi.

Bencana Hidrometeorologi di Indonesia

Kepala BNPB, Letjen Suharyanto, mengimbau semua pihak untuk meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana alam dan non alam.

Suharyanto menyebut Indonesia terletak di sabuk vulkanik dunia, diapit oleh dua lempeng samudera dan benua, aktivitas tektonik dan hidrometeorologi vulkanik Indonesia adalah yang tertinggi di dunia.

Negara yang hanya mengalami musim kemarau dan hujan ini memasuki musim hujan pada September 2021 yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Januari dan Februari 2022, kondisi yang biasanya memicu banjir di beberapa daerah.

Sejak akhir tahun lalu, banjir telah dilaporkan di beberapa daerah di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Aceh, Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat, antara lain.

Masyarakat Diimbau Waspada Bencana Hidrometeorologi

Dengan demikian, masyarakat Indonesia dihimbau untuk tetap waspada terhadap bencana hidrometeorologi pada tahun 2022.

"Walaupun curah hujan diperkirakan lebih ringan dibandingkan tahun 2021, pemerintah dan masyarakat tetap harus mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.

Curah hujan di atas tingkat normal telah diperkirakan di beberapa daerah di seluruh negeri tahun ini, katanya.

Hujan di atas normal diproyeksikan terjadi pada Januari di wilayah-wilayah seperti Sumatera Tengah dan Utara, Kalimantan Timur dan Utara, Jawa Barat, separuh Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua, ujarnya.

Prakiraan cuaca ini juga untuk setengah Sumatera, setengah Jawa, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua untuk bulan Februari, katanya.

Sumatera Utara, Jawa, Kalimantan Utara, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan setengah dari Papua diperkirakan akan mengalami curah hujan di atas normal pada bulan Maret, tambahnya.

“Dampak negatif dan positif dari iklim tetap harus dipetakan. Curah hujan di atas rata-rata dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya air, pertanian, dan sektor kehutanan,” saran Karnawati.

Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus waspada, mengambil tindakan pencegahan, dan melakukan mitigasi untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana hidrometeorologi, tambahnya.

Selain bencana hidrometeorologi, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu ingin tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman

Rekomendasi