ERA.id - Di masa lalu, tepatnya di wilayah utara Pulau Jawa terdapat sebuah selat yang bernama Selat Muria. Perairan tersebut diketahui memisahkan Pulau Jawa dengan Gunung Muria. Penasaran? Mari mengenal Selat Muria lebih lanjut.
Selat Muria sendiri menjadi jalur perdagangan yang ramai dengan kota-kota seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana. Namun, seiring waktu, selat ini perlahan menghilang dan berubah menjadi daratan.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami Selat Muria di masa lalu dan menjelajahi masa kejayaannya sebagai jalur perdagangan maritim.
Mengenal Selat Muria
Berdasarkan Proceedings PIT IAGI LOMBOK Tahun 2010, pada sekitar abad 16, Pulau Jawa dan Pegunungan Muria dipisahkan oleh Selat Muria. Selat ini menjadi jalur perdagangan yang ramai di masa lampau. Kapal-kapal pedagang dari Semarang dapat berlayar melalui Demak dan mencapai Rembang di sisi lain.
Pelabuhan Demak juga tidak kalah strategis. Letaknya yang ideal menjadikannya tempat transit bagi pelayaran dunia di jalur perniagaan Nusantara. Kapal-kapal yang berlayar dari Malaka ke Maluku atau sebaliknya, sering menjadikan Demak sebagai tempat persinggahan. Hal ini menjadikan Demak sebagai salah satu pelabuhan penting pada masanya.
Namun, kejayaan Demak tak berlangsung selamanya. Sekitar abad ke-17, Selat Muria mulai mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur. Hal ini menyebabkan selat tak lagi dapat dilayari sepanjang tahun, dan perlahan mematikan aktivitas di Pelabuhan Demak.
Seiring dengan pendangkalan Selat Muria, Jepara yang terletak di sisi barat Pulau Muria mulai mengambil alih peran penting sebagai tempat transit bagi kapal-kapal dagang.
Penyebab Selat Muria Mengalami Pendangkalan
Namun, seiring waktu, Selat Muria mengalami pendangkalan dan akhirnya berubah menjadi daratan subur. Proses transformasi ini terjadi karena beberapa faktor, berikut beberapa di antaranya:
Pertama, lebar selat yang relatif sempit dibandingkan dengan daratan di sekitarnya. Hal ini menyebabkan sedimentasi dari sungai-sungai di kawasan Demak terakumulasi lebih mudah di Selat Muria.
Selain itu, material yang terbawa oleh air sungai ini, seperti pasir dan lumpur, lambat laun mengendap di dasar selat, membuatnya semakin dangkal.
Kedua, proses sedimentasi di Selat Muria semakin diperkuat oleh faktor geologi. Pengangkatan Pegunungan Kendeng di selatan Jawa Tengah menyebabkan aliran sungai di kawasan Demak menjadi lebih deras. Hal ini meningkatkan jumlah material yang terbawa ke Selat Muria, mempercepat proses pendangkalan.
Selain itu, terdapat bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Selat Muria dulunya merupakan perairan yang ramai. Area wisata Bleduk Kuwu di Grobogan, yang sekarang terkenal dengan kandungan garamnya, dulunya merupakan bagian dari Selat Muria.
Kemudian ada temuan fosil kerang dan fauna laut di Gunung Pati Ayam dan situs hunian kuno di sekitar Selat Muria.
Apakah Selat Muria akan Kembali?
Baru-baru ini terjadi banjir besar di kawasan yang diyakini merupakan Selat Muria. Terkait dengan hal tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa banjir besar yang melanda Demak dan Kudus bukan pertanda kembalinya Selat Muria.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Eko Soebowo, menjelaskan bahwa banjir murni disebabkan oleh faktor alam, yaitu cuaca ekstrem.
"Cuaca saat ini memang ekstrem, dan daerah aliran sungai di wilayah tersebut tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi," ungkap Eko dilansir dari Antara.
Eko menuturkan bahwa kegiatan pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan di sisi selatan menjadi penyebab utama sedimentasi. Ditambah lagi, pengambilan air tanah berlebihan di kawasan pesisir pantai utara Jawa menyebabkan penurunan muka tanah yang signifikan, yaitu 5 sampai 10 centimeter per tahun.
Selain mengenal selat muria, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…