ERA.id - Siapa pembuat merek Adidas? Ya, Adolf Adi Dassler. Adidas adalah nama kepanjangan dari Adi Dassler. Adi Dassler meninggal pada tanggal 6 September 1978, hanya beberapa bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-78, pada 3 November.
Adi Dassler memiliki peran besar dalam merombak industri produk olahraga. Selama hidup, ia menciptakan standar baru serta mewariskan perusahaan yang berkembang dengan pesat.
Akhir dari satu era Dassler menjadi permulaan bagi para penerusnya: Anak laki-laki Adi, yaitu Horst, dengan bantuan dari ibunya, Käthe, mengambil alih–dan yang paling penting–dia terus berinovasi dalam hal pemasaran di bidang olahraga yang modern.
Apa yang dilakukan oleh tim Adidas yang baru di bawah pimpinan Horst? Pada era 80-an, komputer bukan bagian dari desain sepatu atau bahkan tidak mungkin ditempatkan di sepatu. Uniknya, hal itu tidak menghalangi Adidas untuk melakukannya.
Inovasi masa depan, sepatu Micropacer dilengkapi dengan alat yang kini dikenal sebagai miCoach yang dapat menampilkan statistik performa para atlet. Adidas membuat hal itu di produknya. Bayangkan!
Hip-hop dan Adidas
Setelah itu, grup hip hop yang bermarkas di Amerika Serikat, Run DMC pernah merilis “my Adidas”, lagu top tentang kerja keras seseorang di lingkungan bermasalah dan antusiasme sejati terhadap sepatu sneaker mereka.
Adidas sendiri baru saja mengetahui tentang lagu ini saat grup music ini mengangkat sepatu 3-Stripes selama konser di depan 40.000 penggemar– salah satu penonton konser ini adalah karyawan Adidas.
Lagunya meledak, kemudian Run DMC dan Adidas menjadi mitra unik yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Perpaduan antara seni dan olahraga ini tidak hanya mencetuskan tren street fashion yang tak lekang oleh waktu, namun juga menandai munculnya promosi produk nonatletik dalam industri produk olahraga.
Horst tutup usia
Kematian mendadak Horst Dassler di tahun 1987, dua tahun sepeninggal ibunya, Käthe, menjadi saat-saat yang sulit bagi Adidas. Setelah keluarga Dassler tidak lagi menangani perusahaan, kepemimpinan sempat berganti-ganti.
Selain itu, dibuat keputusan strategis yang kurang matang, sehingga menyebabkan kerugian besar dalam sejarah di tahun 1992 dan hampir membuat perusahaan bangkrut. Namun siapa yang tidak menyukai cerita kebangkitan suatu perusahaan?
Di sinilah muncul Robert Louis-Dreyfus. CEO yang baru membuat hal mustahil terlihat mudah untuk diatasi. Bersama dengan koleganya, Christian Tourres, dia sangat memahami bahwa Adidas yang hampir saja bangkrut tidak perlu dirombak, hanya perlu arahan baru. Dia mengubah sang perusahaan raksasa yang dulunya berfokus pada penjualan menjadi berfokus pada pemasaran dan mengembalikan perkembangan pesat dalam sejarah Adidas.
Pada tahun 1995, enam tahun setelah menjadi korporasi, bisnis Adidas dibuka untuk publik dan slogan pemasaran barunya: “We knew then, we know now” melengkapi kembalinya sang raksasa di bidang olahraga.
Saat itu, ketika perusahaan masih mengalami kesulitan keuangan, tim pemasaran yang baru fokus dengan meningkatkan performa atlet di bawah merek Adidas. Beberapa dari inovasi-inovasi produk Adidas yang paling terkenal, misalnya Torsion (1989), konsep Equipment (1991), Streetball campaign (1992), dan sepatu bola Predator (1994), lahir dalam era dan tercatat di sejarah Adidas ini.
Lalu, pelan-pelan, Adidas kembali ke jalur kesuksesan. Adidas menambahkan anggota baru ke timnya. Melalui akuisisi Salomon Group dan brand-nya Salomon, TaylorMade, Mavic, dan Bonfire, perusahaan ini lalu mengubah namanya menjadi Adidas-Salomon AG.
Pada 1998, ketika saham perusahaan diterima di DAX, indeks bursa saham yang terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Jerman, Adidas-Salomon AG berkomitmen pada bisnis dasarnya dan berpindah ke markas baru tepat di luar Herzogenaurach.
“World of Sports”, adalah bekas pangkalan militer AS yang diubah menjadi Adidas campus, terus diperbarui, dikembangkan, dan menjadi lebih modern selama beberapa tahun sebagai tempat berkembang perusahaan dan karyawannya.
Setelah itu, bos berganti. Nama-nama besar masuk dengan capaian rekor tersendiri. Mereka yakni Herbert Hainer menjadi CEO baru dari Adidas-Salomon AG dan, bersamanya, perusahaan lebih berfokus lagi pada inovasi.
ClimaCool (2002), adizero (2004), dan sepatu bola F50, dirilis tepat pada FIFA World Cup™ tahun 2006 di Jerman, menjadi produk top di pasaran–seperti halnya kesuksesan sang CEO baru.
Herbert Hainer memimpin perusahaan dalam meraih prestasi-prestasi selanjutnya. Hingga setelah 15 tahun, Herbert Hainer akhirnya menyerahkan posisi CEO kepada Kasper Rorsted pada bulan Oktober 2016.
Kasper Rorsted melakukan transisi ke Adidas setelah memimpin perusahaan consumer goods dari Jerman, Henkel, selama delapan tahun. Pria asal Denmark ini diterima dengan baik oleh para karyawan, media, dan investor. Ketika industri fashion dan sportswear terus berevolusi bersamaan dengan bidang kesehatan dan fitness yang menyatu dengan konsep lifestyle, Rorsted mulai membawa perusahaan pada kesuksesan baru dalam era digital, yang dibangun dari strategi yang sebelumnya telah dibuat, yaitu ‘Creating The New’.