"Sekilas membaca memang ada yang sama, tapi selebihnya nanti kan kita lihat dari proses persidangan. Tapi memang ada sebagian yang sama. Kita lihat nanti prosesnya di MK," ujar Ketua Bawaslu Abhan, Selasa (28/5) malam.
Ini akan menjadi kontradiktif bila kewenangan Bawaslu dalam menolak gugatan materi kubu Prabowo-Sandiaga di uji kembali di MK dalam persidangannya. Sebab kedua gugatan yang dilampirkan diposisikan sebagai alat bukti permulaan berdasarkan tautan berita online.
Belum lagi argumen gugatannya yang menjabarkan adanya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam pelaksanaan pemilu. Menurut Abhan, alasan pihaknya menolak laporan kubu Prabowo-Sandiaga berdasarkan tautan link berita dikarenakan kurangnya cukup bukti untuk ditindaklanjuti adanya pelanggaran TSM.
"Tentukan beda penanganan di Bawaslu dan MK. Di kami kan, persoalan pelanggaran administratif pemilu memang ada pelanggaran TSM. Tapi dalam peraturan kami, terstrukturnya itu dilakukan oleh siapa. Sistematisnya dan masifnya juga seperti apa. Dari penilaian kami laporan BPN (link berita) buktinya kurang, sehingga tidak bisa ditindaklanjuti," papar Abhan.
Abhan menjelaskan, pelanggaran TSM yang dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran administratif pemilu oleh Bawaslu, setidak-tidaknya ditemukan di 50 persen wilayah pemilihan provinsi yang ada. "Kami punya pandangan begitu," imbuhnya.
Tapi Bawaslu tetap mengapresiasi keputusan BPN mengajukan gugatan ke MK. Abhan mengatakan langkah konstitusional itu lebih baik daripada melakukan aksi di jalan.
"Tentu kami harus menghargai upaya yang dilakukan oleh BPN 02 terkait mengajukan gugatan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi negara ini. Kami kira ini upaya yang baik. Artinya apa? Bahwa jalan konstitusional itulah yang ditempuh daripada aksi-aksi di jalan," jelasnya.
Tentunya premis kubu Prabowo untuk kembali memaparkan sejumlah tautan berita online harus dibarengi dengan argumentasi gugatan yang kuat. Sebab sekalipun tautan berita yang dilampirkan dalam jumlah banyak, hakim konstitusi hanya akan menghitungnya sebagai satu bagian alat bukti yang sah dalam pertimbangannya.
"Ini bisa masuk sebagai alat bukti tertulis atau persangkaan. Sekedar bukti jika tautan berita itu kemudian bisa berkembang jadi alat bukti lain. Jadi ini sebagai pintu masuk bagi argumen advokat dalam merekonstruksi fenomena yang terjadi," kata Deputi direktur Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar saat berbincang dengan era.id.
Secara ringkas tautan atau link berita, pada prinsipnya merupakan perluasan dari alat bukti yang sudah ada dalam KUHP (Pasal 5 ayat 2 UU ITE). Ia dapat berdiri sendiri sebagai bukti elektronik atau sebagai bagian dari bukti petunjuk dalam persidangan.
Bila mengutip Pasal 6 UU ITE, Informasi Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.