"Kalau seolah mau mengedepankan milenial ya itu kan menurut saya pajangan saja. Mereka kan staf, bukan decision maker (pengambil keputusan)," ujar Fadli di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Fadli mengatakan, meskipun pemilihan stafsus merupakan hak prerogatif presiden, namun sebaiknya perlu juga melihat latar belakang orang yang ditunjuk, bukan asal memilih. Menurutnya, banyak orang yang lebih pantas menjadi stafsus untuk presiden dibanding ke tujuh anak muda yang kini menduduki jabatan tersebut.
"Kalau itu sekedar pajangan milenial carilah yang best of the best. Di cek juga latar belakangnya, jangan hanya karena tim sukses dan sebagainya gitu. Itu hak kok untuk mengangkat itu," kata Fadli.
Lebih lanjut, Fadli menyebut keputusan Jokowi dengan mengangkat stafsus dari kalangan milenial bertolak belakang dengan semangat Jokowi yang ingin merampingkan birokrasi. Penambahan stafsus hingga wakil menteri, menurutnya hanyalah pemborosan.
"Ada staf khusus, ada sesneg, seskab, ada KSP jadi banyak sekali di antara mereka itu yang mungkin tumpang tindih kerjanya. Jauh dari semangat yang diharapkan presiden sendiri untuk efesiensi. Jadi ini sama saja pemborosan," kata Fadli.
Adapun ketujuh stafsus dari kalangan milenial, yakni Putri Indahsari Tanjung (CEO dan Founder Creativepreneur); Adamas Belva Syah Devara - (Pendiri Ruang Guru); Ayu Kartika Dewi - (Perumus Gerakan Sabang Merauke); Angkie Yudistia (Pendiri Thisable Enterprise, difabel tuna rungu); Gracia Billy Yosaphat Membrasar (CEO Kitong Bisa); Aminuddin Ma'ruf - (Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia); serta Andri Taufan Garuda Putra (Pendiri Lembaga Keuangan Amartha).
Selain stafsus, Jokowi juga mengangkat sejumlah wakil menteri. Kabarnya, keberadaan wamen akan terus bertambah.