Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK akan menggali lebih dalam fakta terkait pinjaman yang diduga untuk pembiayaan proyek infrastruktur tersebut.
"Sekarang kita masih fokus pada proses penyidikan yang baru kita lakukan ini, sehingga memang belum ada identifikasi seperti Jombang, NTT dan Subang yang sebagian sudah ada penggunaan untuk biaya kampanye," tutur Febri di Gedung KPK, Jumat (16/2/2018).
Febri mengingatkan agar petahana yang kembali bertarung di Pilkada Serentak 2018 mematuhi aturan hukum yang berlaku. Seiring banyaknya calon kepala daerah yang tertangkap operasi senyap KPK belakangan. Adapun Mustafa merupakan cagub Lampung yang diusung Partai Nasdem, Hanura, dan PKS.
"Kita ingatkan jauh-jauh hari, sebenarnya karena ada cakada yang masih menjadi kepala daerah, atau penyelenggara negara yang lain itu sangat riskan. Karena mereka masih terikat dengan pasal suap dan pasal gratifikasi," lanjutnya.
Diketahui sejumlah calon kepala daerah yang maju pada Pilkada 2018 terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Mereka adalah calon petahana bupati Jombang Nyono Suharli Wihandhoko yang dicokok penyidik KPK pada 4 Februari. Nyono ditangkap karena menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti sebesar Rp275 juta. Uang itu digunakan untuk perizinan pengurusan jabatan Kepala Dinas Kesehatan. Diduga uang itu untuk biaya kampanye Nyono.
Selanjutnya ada Bupati Ngada Marianus Sae sekaligus bakal calon gubernur NTT. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Nusa Tenggara Timur pada 12 Februari. Kemudian, penyidik KPK juga menangkap juga calon petahana bupati Subang Imas Aryumningsih pada Rabu 14 Februari. Dia terlibat suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.
Hingga 12 Februari 2018, KPK sudah menyita uang yang diduga hasil korupsi senilai Rp457 miliar. Uang sebanyak itu berasal dari hasil operasi tangkap tangan dan pengembangan kasus lainnya.