KPK Tolak BLBI Disebut Perkara Perdata

| 28 May 2018 16:56
KPK Tolak BLBI Disebut Perkara Perdata
Syarifuddin Temenggung (Foto: Agatha/era.id)
Jakarta, era.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menolak eksepsi yang diajukan oleh terdakwa korupsi BLBI, mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syarifuddin Arsyad Tumenggung berserta kuasa hukumnya, yang diajukan pekan lalu.

Salah satu materi eksepsi yang tidak disepakati oleh JPU KPK, bahwa perkara korupsi yang merugikan negara hingga Rp4,58 triliun ini disebut sebagai urusan perdata sehingga harusnya dilakukan di Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN).

JPU KPK, dalam tanggapannya menyatakan kasus ini merupakan wewenang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), bukan PTUN. Hal ini dilandasi oleh tindakan Syarifuddin yang menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim, yang masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp3,7 triliun.

"Surat dakwaan yang kami susun sama sekali tidak mengacu pada adanya surat Keputusan Tata Usaha Negara, melainkan pada adanya suatu perbuatan terdakwa yang termasuk kategori tindak pidana korupsi, yang akan kami buktikan pada acara pemeriksaan di persidangan," tutur JPU KPK, Haerudin.

Terkait pernyataan kuasa hukum Syarifuddin yang dalam eksepsinya mengatakan kasus ini adalah hukum perdata, sementara JPU KPK menegaskan ini adalah hukum pidana. Pasalnya, apa yang dilakukan oleh Syarifuddin bersubordinasi dengan pemerintah, yang bertugas memperhatikan kepentingan masyarakat.

“Hukum pidana adalah berdasarkan kepentingan masyarakat, sehingga bersifat hukum publik. Dijatuhkannya hukum pidana bukanlah suatu hubungan koordinasi antara yang bersalah dengan yang dirugikan, melainkan hubungan itu bersifat subordinasi dari yang bersalah terhadap pemerintah,” tutur JPU KPK.

Sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syarifuddin pernah mengeluarkan SKL senilai Rp4,58 triliun terhadap salah satu obligor BLBI yang pernah hampir kolaps, Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI. Padahal, piutang tersebut tidak pernah dilunasi Sjamsul hingga menyebabkan negara mengalami kerugian dalam nilai tersebut.

Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31, Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Rekomendasi