Alasan Pemerkosaan dan Aborsi Disepakati tak Masuk RUU TPKS, Wamenkumham: Sudah Ada di UU Kesehatan dan KUHP

ERA.id - DPR RI dan pemerintah menyepakati persoalan aborsi maupun pemaksaan aborsi tidak dimasukan ke dalam draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Sebabnya, materi tersebut sudah diatur dalam perundang-undangan lainnya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, materi terkait aborsi sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP). Sehingga tidak lagi dimasukan ke dalam RUU TPKS untuk menghindari tumpang tindih aturan.

"Kalau aborsi, kami usulkan untuk dihapus. Karena itu ada dalam UU Kesehatan, dan tidak menimbulkan kontroversi. Selain itu memang sudah diatur dalam KUHP Pasal 469," kata Eddy dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Senin (4/4/2022).

Dalam Pasal 469 Ayat 1 RKUHP dijelaskan, setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pada Ayat 2 dijelaskan, setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Sedangkan dalam Ayat 3 berbunyi, jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

"Jadi ketika membicarakan pemaksaan aborsi itu sebetulnya kita membicarakan mens rea, kalau mens rea kita membicarakan 1001 macam," kata Eddy.

"Itu kan daya paksa, ada suatu pemaksaan yang dilakukan oleh seseorang. Itu sesungguhnya sudah terakomodasi, termasuk di dalam RKUHP Pasal 469," paparnya.

Selain sudah diatur dalam RKUHP, materi aborsi juga termuat dalam Pasal 75 Ayat 1 UU Kesehatan. Di situ dijelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, namun ada dua pengecualian.

Pertama adalah indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Kedua, aborsi juga dapat dilakukan kepada kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 75 Ayat 2.

Kami juga pernah menulis soal Hak yang Diperoleh Korban Kekerasan Seksual Lewat RUU TPKS: dari Pelindungan Hingga Pemulihan Kamu bisa baca di sini.

Kalo kamu tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya!