ERA.id - Ternyata ada nama unik di Sumatra Barat. Bukan karena panjangnya, tapi karena pendeknya. Bayangkan, cuma satu huruf. Bagaimana ya asal mula fenomena itu?
Pemilik nama pendek itu adalah seorang pengacara. Ia diberi nama pendek usai ayahnya, yang seorang wartawan dan guru, membaca berita warga India dan Prancis. Pada tahun 1963 diceritakanlah, ayah seorang pengacara itu yakni Djainun, membaca berita yang membahas warga India dan Prancis. Isinya tentang nama terpanjang dan terpendek sedunia.
Nama itu tercatat dalam The Guinness Book of World Records atau Buku Kumpulan Rekor Dunia. Alhasil, Djainun berniat jika istrinya Dasima Malik dikaruniai anak, maka namanya harus mengalahkan nama unik orang yang dibacanya di majalah.
Di majalah itu, tertulis satu warga India punya nama sangat panjang dan terdiri dari 180 huruf! Sementara warga Perancis sebaliknya, namanya pendek, hanya terdiri dari dua huruf. Yakni, Mo.
Waktu berlalu. Djainun dan istrinya dikaruniai buah hati. Anak pertama mereka dinamai yang lahir pada 22 November 1964 diberi nama “O”.
“Kata Papa, orang tak akan bisa membuat nama yang lebih pendek dari itu. Ternyata, Papa memang benar. Saya sudah telusuri nama-nama pendek di dunia. Memang, nama saya, termasuk yang paling pendek,” kata O yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara, dikutip dari PadangKita, Minggu (3/1/2020) kemarin.
O diwawancara sewaktu sibuk mengurus berbagai berkas yang diantar kliennya. Termasuk, berkas permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKada) Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2020 yang sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jeda sejenak, O berkisah soal kenangannya. Semasa SMP, ia ternyata sempat disarankan ganti nama oleh gurunya. “Guru SMP saya, namanya Pak Awiskarni, meminta nama saya diganti jadi Osnawati. Tapi, Papa saya tidak mau. Papa bilang kepada saya, tenang sajalah. Masa SMP kan tidak lama. Enam tahun lagi, kamu sudah kuliah. Tetap pakai nama O,” kata O.
Orang tua O juga beralasan kepada guru itu, kalau nama O tidak bisa diganti karena sudah tertera dalam daftar keluarga PNS. “Saat itu kan masih zaman Orde Baru. Merevisi data PNS, apalagi guru, prosedurnya masih sulit. Jadi, alasan Papa saya tepat. Sehingga guru di sekolah, dapat menerima.”
Awalnya merasa aneh, O akhirnya merasa sangat nyaman dengan nama pendeknya sewaktu masuk SMAN 1 Danguang-Danguang yang kini bernama SMAN 1 Kecamatan Guguak.
“Kalau SMA itu, guru setiap mata pelajaran, kan beda-beda. Jadi awal belajar, guru yang melihat daftar hadir, menyangka O itu bukan nama, tapi nol. Jadinya, hadir tak hadir dalam kelas, nama saya tetap dicek list. Tapi akhirnya, guru tahu juga,” kata O sambil tertawa.
“Saya bangga punya nama O. Apalagi, kata Papa dan Mama sebelum mereka meninggal, nama itu warisan paling abadi diberikan orang tua. Tak akan pernah hilang,” ujar O.
Ternyata sleain O, adik kandungnya juga punya nama pendek yakni Z. Z lahir 30 Oktober 1966 dan wafat 11 November 2017 silam. Djainun dan istri menamai Z karena saat diucapkan, kesannya masih bisa tiga huruf. Contohnya, Zed atau Zet.
“Kalau nama saya, kan tidak bisa ditambah. Sekali dilfadzkan O, penulisannya tetap O. Kalau ditambah dengan H atau S, baru jadi Oh atau Os. Kalau Z itu, saat diucapkan, bisa saja orang menulisnya jadi Zed atau Zet.”
“Waktu Z masih dalam kandungan, Papa dan Mama sudah berencana, anak kedua mereka, baik terlahir laki-laki maupun perempuan, tetap diberi nama Z. Karena Z itu adalah huruf terakhir dalam Alfabet,” ulas O.