ERA.id - Ketika Amerika Serikat dilanda gelombang kedua wabah COVID-19 yang mengakibatkan 100.000 warganya terinfeksi korona setiap hari selama sepakan terakhir, Presiden Donald Trump justru dilaporkan 'menghilang' ke balik dinding Gedung Putih dan belum melakukan satu pun konferensi pers sejak pekan lalu.
Alih-alih rapat dengan satgas COVID-19 Gedung Putih, Trump dikabarkan lebih memilih menemui penasihatnya, mencari cara agar bisa membatalkan kemenangan Presiden-Terpilih Joe Biden dalam Pilpres AS. Selain itu, Trump juga lebih fokus mengganti jajaran pejabat senior di Pentagon dengan orang-orang pilihannya, seperti terjadi pekan ini.
Analis CNN, Stephen Collinson, mengatakan menghilangnya Trump dari muka publik adalah sebuah "kegagalan kepemimpinan yang akut' mengingat saat ini COVID-19 telah menimbulkan berbagai krisis di Amerika Serikat.
Menurut Collinson wabah korona di AS telah mengakibatkan keresahan, "bahkan bagi sang Presiden yang selama berbulan-bulan telah menebar kebohongan tentang pandemi ini, dan berulang kali keliru memprediksi bahwa virus ini akan pergi begitu saja."
Saat ini, lebih dari 240.000 warga AS telah kehilangan nyawanya karena infeksi COVID-19. Pada hari Rabu (11/11/2020) saja, melansir CNN, dalam sehari ada 140.500 pasien COVID-19 baru dan 1.100 kematian akibat virus tersebut. Hal ini diikuti dengan menumpuknya pasien-pasien COVID-19 di rumah-rumah sakit di seluruh Amerika Serikat.
Saat ini, lebih dari fase manapun dalam pandemi COVID-19 di AS, terdapat hampir 65.000 pasien COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit, sehingga mengikis persediaan prasarana yang sudah sangat terbatas.
Itu semua, seperti disampaikan Collinson, tak menarik perhatian Presiden Trump "yang tersakiti oleh kekalahannya" dalam Pilpres AS, yang hasilnya masih ia tolak hingga saat ini. Trump bahkan tidak menggunakan posisinya untuk meminta warga AS memakai masker dan membatasi aktivitas sosial guna menahan persebaran pandemi COVID-19 ini.
Begitu pun wakil presidennya. Mike Pence, yang juga Kepala Satuan Tugas COVID-19 Gedung Putih, sudah tidak pernah melakukan briefing COVID-19 selama beberapa pekan terakhir. Seperti ditulis di CNN, ia baru kembali rapat dengan timnya itu pekan ini. Akibatnya, terjadi kekosongan arahan dari Gedung Putih tentang bagaimana warga AS bisa menghindari hilangnya ribuan nyawa akibat COVID-19.
"Kami menghadapi kekosongan kepemimpinan," kata Dr Carlos del Rio, salah satu dekan di Fakultas Kedokteran Universitas Emory, seperti dikutip CNN.
Seorang bekas detektif kedokteran Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS, Dr. Seema Yasmin, mengatakan tingkat mortalitas akibat COVID-19 di AS - yang mencapai 1.400 kasus kematian per hari - setara dengan jumlah korban tewas dari tiga hingga empat pesawat terbang yang mengalami kecelakaan. Dan analogi tersebut ia prediksi akan terus nyata selama Trump masih menjabat sebagai presiden AS.
"Kebutuhan kita tidak berubah sejak awal: kita perlu respon pandemi yang kuat. Namun, saya khawatir hal itu tak akan terjadi... setidaknya hingga Hari Inagurasi. Selama itu, situasi akan terus memburuk," kata Yasmin.