Bantah Menlu AS, Iran: Kami Tak Ingin Ciptakan Senjata Nuklir

| 03 Feb 2021 11:45
Bantah Menlu AS, Iran: Kami Tak Ingin Ciptakan Senjata Nuklir
Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif. (Foto: Wikimedia Commons)

ERA.id - Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif telah menepis tudingan yang dilontarkan Sekretaris Dalam Negeri Amerika Serikat, Antony Blinkan, bahwa Teheran dalam beberapa pekan ke depan bakal memiliki cukup "material fisi" untuk pembuatan senjata nuklir.

Melansir Al Jazeera, cuplikan pernyataan Blinken, yang dirilis pada Senin (1/2/2021) oleh NBC News, berbunyi pengumpulan material fisi bakal terpenuhi dalam waktu "beberapa pekan" jika Iran terus melanggar pembatasan yang berusaha diterapkan lewat kesepakatan nuklir Iran di tahun 2015.

Lewat wawancaranya dengan CNN, Zarif menepis tudingan itu pada Senin. Ia menyebut pernyataan Blinken sekadar retorika kepada publik, alih-alih didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya.

"Iran tidak ingin menciptakan senjata nuklir. Jika kami ingin menciptakan senjata nuklir, sudah sejak dulu kami berhasil melakukannya. Kami berpikir bahwa senjata nuklir tidak akan menghindarkan ancaman keamanan di negara kami, dan jelas bertentangan dengan ideologi kami," kata Zarif.

Rudal Iran
Mayor Jenderal Hossein Salami mengunjungi situs rudal bawah tanah Garda Revolusi Iran di lokasi yang dirahasiakan di Teluk, foto diperoleh pada Jumat (8/1/2021). (ANTARA FOTO/IRGC/WANA (West Asia News Agency)/Handout via REUTERS/rwa)

Blinken, lewat transkrip pidato lengkapnya yang dirilis Departemen Dalam Negeri AS, mengaku mendasari pernyataannya atas "laporan masyarakat" dan situasi menjadi lebih "akut" bila Iran terus melanggar klausul nuklirnya.

Blinken sendiri meyakini bahwa Iran belum tentu mengubah material fisi mereka menjadi senjata nuklir, seperti disebut dari transkrip tersebut.

Iran mulai tidak menaati kesepakatan setelah Presiden AS Donald Trump secara sepihak mengeluarkan negaranya dari kesepakatan, tahun 2018, sebagai manifestasi strategi "tekanan maksimum" terhadap pemerintahan Iran.

Dalam kesepakatan tahun 2015 itu, sebenarnya Iran telah setuju untuk menghentikan program nuklir mereka demi dicabutnya sejumlah sanksi internasional.

Presiden Joe Biden, yang dilantik pada 20 Januari, telah berjanji bahwa ia akan mengembalikan AS pada kesepakatan dan terlibat dalam negosiasi diplomatik dengan Teheran. Namun, belakangan, pemerintahan Biden mendesak agar Teheran lebih dulu menaati kesepakatan. AS juga menawarkan klausul kesepakatan yang lebih bersifat "jangka panjang dan lebih mengikat".

Namun, Iran menolak tawaran tersebut. Negara Timur Tengah itu menyalahkan AS karena keluar dari kesepakatan secara sepihak tiga tahun yang lalu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh, dikutip media Iran, Sabtu, menyatakan bahwa kesepakatan nuklir Iran bersifat multilateral dan disahkan oleh Dewan Keamanan PBB Resolusi 2231. "Yang artinya tak bisa dinegosiasi ulang, dan pihak-pihak yang terlibat di situ jelas dan tak tergantikan," kata Saeed.

Menlu Iran Zarif mengatakan  bahwa AS perlu segera kembali pada kesepakatan, dan Iran akan langsung merespon saat itu juga.

"Masalahnya bukan pada waktu. Masalahnya terletak pada apakah AS, atau pemerintahannya yang baru, berniat untuk melanjutkan kebijakan Trump yang gagal atau mengubahnya."

Rekomendasi