Tak Sekadar Ikut-Ikutan, Atas Dasar Solidaritas K-Popers Berani Tolak Omnibus Law

| 09 Oct 2020 20:05
Tak Sekadar Ikut-Ikutan, Atas Dasar Solidaritas K-Popers Berani Tolak Omnibus Law
Foto: Instagram/infojktku

ERA.id - Fan K-Pop atau yang kerap disebut K-Popers di Indonesia ikut menyuarakan aspirasi penolakan terhadap pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin (5/10/2020).

Beberapa tagar seperti #MosiTidakPercaya, #GagalkanOmnibusLaw, #JegalSampaiGagal #JEGALSAMPAIBATAL, #DPRRIKhianatiRakyat, turut mereka serukan di Twitter agar menjadi trending karena diuggah oleh K-Popers.

Salah satu penggemar BTS atau yang disebut sebagai ARMY, Filla Alifah mengungkap tujuan aksi K-Popers secara lantang menolak UU Cipta Kerja di media sosial. Gerakan mereka yang begitu militan juga langsung terasa dampaknya.

Biasanya para penggemar K-pop kerap mengunggah grup-grup idol K-Pop seperti BTS, EXO, hingga BLACKPINK. Namun, di tengah fenomena UU kontroversial, konten K-Popers di media sosial kebanyakan tentang Omnibus Law.

"Saya menyukai grup idol k-pop, BTS BLACKPINK ada banyak. Tapi baru-baru ini yang banyak diunggah (video) terkait Omnibus Law, penolakan, dan pembakaran. Mereka biasanya upload di media sosial diedit-edit lebih menarik," ungkapnya melalui rangka diskusi "Demo Pelajar - Ikut Tolak Omnibus Law, Ruang Edukasi Sempit, Ruang Reaksi Begitu Cepat" via Zoom pada Jumat (9/10/2020).

Filla Alifah mengaku di balik keberanian K-popers, juga ada yang ajakan ikut demo melalui video. Filla sendiri tidak ikut terjun ke lapangan. Kebanyakan para K-Popers menyuarakan penolakan Omnibus Law lewat media sosial saja.

"Mereka butuh kreativitas, berekspresi makanya mereka banyak yang join ke RP (grup K-Pop) untuk berkreasi. Belum lagi ajakan demo ada 2 juta postingan. Kebanyakan mereka bersuara di media sosial saja di Instagram dan Twitter," tuturnya.

Mengamati pergerakkan K-popers, Jasra Putra, Komisioner KPAI mengatakan sebaiknya pengguna media sosial harus lebih cermat. Terkait hastag viral seperti #MosiTidakPercaya, Jasra menyarankan bahwa kita harus tahu apakah itu dari remaja atau dewasa. Sebab, Omnibus law ini mengundang pro dan kontra. Di mana pelajar juga boleh ikut menyuarakan suara penolakan demo omnibus law.

"Beberapa kita cermati banyak ajakan turun ke jalan di media sosial. Video-video viral ini tentu berkembang dan memicu emosi anak. Contoh video mahasiswa robohkan pagar," tutur Jasra.

"Lalu, kedua mosi tidak percaya. Apkah ini pendapat suara anak atau narasi luar biasa. Tentu ini mengundang pro kontra terkait undang-undang. Setiap anak ada hak dalam menyuarakan politik. Tapi pelajar harus mendapatkan informasi secara utuh," tambahnya.

(Capture Twitter)

Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Muhammad Hafiz merasa jika remaja dan anak muda zaman sekarang memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi.

"Anak muda remaja dibilang apatis sama orangtua, padahal sekarang mereka luar biasa dengan langkah sosial yang tinggi. Inilah pemerintah kasih edukasi yang benar, dan saya kira pelajar sekarang bergerak," jelas Hafiz.

Hafiz merasa memang ada yang melakukan demo hanya ikut-ikutan saja. Meski begitu, mereka yang ikut terjun demo memiliki rasa empati sehingga terbentuklah sebuah solidaritas.

"Kalau saya liat fenomena ketika saya ke KPK terjun dengan teman-teman lain. Emang apa yg kalian suarakan? ternyata tidak paham, dan bilang 'kesian kakak-kakak dipukulin," katanya

"Nah dari situ ada solidaritas. Ada perubbahan politik yang perlu kita ketahui, dimana pelajar bisa menyuarakan. Nah, itu belum dikabulkan oleh pemerintahan, kebanyakan bilang ah kamu masih sekolah tahu apa sih. ternyata itu mendikte dan pendidikan dan dialog yg kurang," tambahnya.

Rekomendasi