ERA.id - Angkutan kota di Makassar, dinamai pete-pete ternyata punya sejarah yang cukup unik. Mungkin banyak yang bertanya, kenapa orang Makassar tidak menyebutnya angkot, ya?
Begini, pete-pete di Makassar itu sudah banyak berubah. Angkutan kota yang populer pada tahun 80-an itu, sekarang bentuknya mirip kapsul dengan 3 pintu yang terdiri dari 2 pintu di sisi kanan dan kiri bagian depan, dan 1 pintu di bagian tengah sebagai pintu untuk penumpang naik dan turun.
Sementara pintu depan sebelah kiri, juga biasanya digunakan untuk masuk penumpang. Uniknya, jendela sebelah kiri dibiarkan terbuka agar penumpang mudah membayar jika sudah sampai di tempat tujuan.
Dalam jurnal yang ditulis Syamsul Asri, berjudul Pete-Pete dan Sejarahnya (Atau tentang politik ingatan di Kota makassar) menjelaskan, secara etimologis, penamaan pete-pete hingga hari ini adalah strategi linguistik untuk melawan pelupaan.
Toh, awalnya pete-pete muncul pada pertengahan 1980 ini tidak memiliki nama yang jelas. Pete-pete adalah nama bagi uang receh yang digunakan oleh para penumpang untuk membayar jasa sopir.
Lambat laun, pete-pete menjadi sebuah nama moda transportasi. Gunanya, untuk mengingat uang receh dan menjadi ciri khas yang membedakan Makassar dengan daerah lain.
"Bisa juga fenomena ini adalah simptom kemalasan berbahasa yang menyandera warga Kota Makassar. Sebagai kata, pete-pete telah utuh, fixed,
sebab konstituen/pengguna, rujukan makna dan rujukan materialnya telah ada."
Sementara, dari blog Khairil Anas, ditulis bahwa pete-pete itu adalah istilah untuk uang receh yang waktu itu berupa koin pecahan Rp5 dan Rp10 pada 1980-an. Uang receh itu dinamai uang pete-pete.
"Dengan uang receh pecahan Rp5 dan Rp10 itulah, orang membayar angkutan kota, sehingga angkot kemudian akrab dikenal dengan pete-pete,” jelas Khairil, menukil kata-kata Bapaknya.
Waktu itu, Khairil memang masih kecil, belum sekolah. Khairil saat itu sempat bertanya kepada Bapaknya tentang mengapa angkot di Makassar disebut pete-pete.
Kini, penulis, walau sudah membayar dengan uang kertas, nama nama pete-pete belum bisa terganti. Pete-pete sudah kadung menjadi brand dan kekuatan politik yang tak bisa dianggap sepele.
Jika sopir pete-pete mogok, berapa kira-kira ekonomi yang tersendat di Kota Makassar? Meski ada bus yang modern, namun mayoritas masyarakat belum bisa digeser kebiasannya.
Zaman boleh modern, harga boleh melambung tinggi, uang koin boleh juga lenyap, namun pete-pete masih dipakai publik walau kian hari, kian tergerus zaman. Teguran "kiri, pak!" masih akan selalu dikenang dan dipakai orang-orang Makassar saat naik pete-pete.