ERA.id - Belum lama ini, muncul berbagai kasus anak menuntun orang tua sendiri ke ranah hukum, di mana akar dari tuntutan terkait harta warisan, barang mewah sampai adanya KDRT.
Kasus tuntut menuntut ini mulai dari seorang anak yang menuntut bapak sebesar Rp3 Miliar di Bandung, lalu disusul seorang ibu yang digugat anak terkait tanah warisan, seorang wanita menggugat ibunya terkait kepemilikian mobil Toyota Fortuner sampai kasus yang disorot oleh UNPAD dimana anak menggugat orang tua sebagai pelanggaran norma.
Dari kasus-kasus yang menjadi pemberitaan, akar permasalahan yang melatarbelakangi adalah persoalan ekonomi, dimana anak kandung tanpa ada rasa belas kasihan tega menuntut orang tua.
Pakar psikologi dari Rumah Sakit hasan Sadikin Bandung, Teddy Hidayat menjelaskan permasalahan ini sebenarnya bisa dijadikan bahan evaluasi bagi orang tua, kalau tidak cukup membesarkan anak secara fisik, namun perlu diperhatikan juga perkembangan psikis.
"Yang sekarang muncul disetiap pemberitaan adalah anak menuntut orang tua, namun sebenarnya perlu kita ketahui yang menuntut itu kan orang dewasa bukanlah anak kecil, untuk itu yang seharusnya disorot adalah perilakunya orang tersebut kenapa bisa menuntut orang tua, ini kaitannya adalah sifat dan karakter yang terdentuk dalam diri seorang anak," jelas Teddy kepada ERA.id, Rabu (27/1/2021).
"Mari kita lihat, orang yang menuntut orang tuanya sendiri, bisa dilihat ada pembentukan karakter yang tidak diperhatikan oleh orang tua, sehinnga anak tumbuh dengan karakter tidak peduli, tak berperasaan bahkan tak ada rasa sayang kepada orang tua yang melahirkannya ke dunia, nah, pembentukan inilah yang bisa saja jadi latar belakang tuntutan kepada orang tua," jelas Teddy.
Menurutnya, kasus perebutan harta warisan yang dipermasalahkan anak kepada orang tua, sudah jelas karena timbulnya sifat ego manusia dalam menyikapi permasalahan ekonomi. Apabila pola asuh yang ditanam orang tuanya dulu menerapkan pola asuh yang salah, bisa jadi ini bukan hanya permasalah anak dengan orang tua, namun ini bisa menjadi permasalahan berbagai pihak.
"Dari kasus ini kisah bisa belajar, kalau pembentukan karakter sangat penting, sehingga anak bisa menjadi manusia bermoral dan bisa menyikapi berbagai masalah dalam tahapan di kehidupannya," ujar Teddy.
Teddy juga sangat menyayangkan kalau kasus-kasus seperti ini menjadi konsumsi publik, dimana ini sangat mempengaruhi pola pikir juga. "Kasus-kasus yang dikonsumsi oleh publik bisa berakibat pandangan negatif, dimana masyarakat bisa berfikir, ternyata anak bisa dengan mudah menuntut orang tua, tanpa menggunakan hati nurani, bahkan perasaan dari orang tua,"tegas Teddy.
Teddy mengimbau agar kasus ini bisa dijadika evaluasi bagi orang tua karena karakter anak yang tidak baik saat tumbuh kembang, dampak yang dirasakan adalah dalam jangka panjang bukan 2 atau 5 tahun, melainkan 20 tahun ke depan, anak yang dibentuk menjadi pribadi dan karakter baik, maka akan memiliki sifat baik sehingga saat menyikapi persoalan bisa bijak dan tidak kekanak-kanakan.