ERA.id - Masa tumbuh kembang anak merupakan saat paling baik untuk si kecil mengeksporasi banyak hal. Namun, di tengah pandemi COVID-19, semua itu seolah menjadi hambatan anak dalam mengembangkan diri.
Pandemi COVID-19 turut menyulitkan anak belajar banyak hal di alam terbuka dan lingkungan sosial. Anak-anak diharuskan tinggal di rumah sepanjang hari, belajar dari jarak jauh dan berinteraksi sosial secara virtual.
Belum lagi tuntutan disiplin diri dalam menjaga kebersihan yang saat ini standarnya makin tinggi. Hal itu lah menurut Suzan Song, direktur Divisi Psikiatri Anak/Remaja & Keluarga di Universitas George Washington, yang bisa memicu anak mengalami gejala Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Khususnya OCD kebersihan.
"Kelompok anak yang sebelumnya tidak takut kuman dan senang mencoba banyak hal, bisa takut terhadap segala macam benda. Ritual dan obsesi mereka menjadi lebih buruk karena kesehatan mentalnya yang semakin buruk," papar Suzan Song seperti dilansir The Washington Post, Rabu (16/9/2020).
Ilustrasi anak belajar di rumah (Unsplash/@thomascpark)
Anak-anak dengan OCD cenderung memiliki pemikiran yang kaku ketika berbicara tentang normal kebersihan baru di tengah pandemi virus korona.
"Beberapa pasien OCD mengaku kecemasannya berkurang ketika awal pandemi virus korona. Karena, lebih banyak orang di dunia mengenali ancaman tersebut. Saya tahu bahwa orang lain menanganinya. Jadi, bebannya bukan pada saya," lanjut Song.
Tapi setelah tiga bulan, tingkat kecemasan dan depresi pasien OCD justru meningkat dengan aturan kehidupan baru di tengah pandemi virus korona COVID-19.
"Sebelumnya, tanda-tanda OCD ini biasanya muncul di masa kanak-kanak, antara usia 8 hingga 12 tahun. Ketakutan akan kontaminasi dan penyakit ini sangat umum di antara orang yang menderita OCD," tambahnya.
Menurut International OCD Foundation, gejala OCD ini biasanya akan bertahan hingga masa dewasa. Pasien OCD merasa paling nyaman ketika membenahi ritualnya agar lebih tenang dan tidak stres menghadapi pandemi virus korona. Karena, hal itulah yang memperburuk OCD-nya.
Joseph McGuire, asisten profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Johns Hopkins Medicine mengatakan biasanya kekhawatiran mereka tidak sejalan dengan ancamannya. Salah satu faktornya diipicu oleh mendengar banyak dari media dan para ilmuwan mengatakan ini adalah ketakutan yang nyata.
"Hal itu yang memberikan validitas pada pikiran obsesif yang mengganggu telah muncul di kepala Anda selama beberapa waktu," jelasnya.
Itulah mengapa, Song menyarankan mengambil pendekatan untuk terapi eksposur dan pencegahan respons dengan menganalisis berbagai langkah ritual OCD anak dan seberapa menyusahkan kondisinya sekarang.