ERA.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menempuh jalan legislative review sebagai salah satu cara mencabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Mereka berharap saat rapat paripurna pembukaan masa sidang II pada 9 November mendatang, DPR RI mau membahas soal usulan tersebut. Bagaimana peluangnya?
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mulyanto menilai tuntutan legislative review yang diharapakan KSPI belum tepat untuk saat ini. Dia juga pesimis usulan itu disetujui DPR RI.
"Dengan konfigurasi politik di DPR yang ada sekarang, saya merasa tidak begitu optimis untuk dapat disetujui. Bahkan bisa tertahan di setiap tahap yang panjang itu. Kalkulasi politiknya seperti itu," kata Mulyanto, kepada ERA.id, Senin (26/10/2020).
Apa itu, legislative review? Mulyanto menjelaskan proses Legislative Review serupa dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) baru, yaitu disusun dan diajukan ke baleg, kemudian diajukan dalam prolegnas, kembali membahas daftar inventarisasi masalah (DIM), pembahasan tingkat I, lalu paripurna.
Menurut politikus PKS ini, langkah yang paling tepat dilakukan adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Menurut pandangan saya langkah mendesak Presiden menerbitkan Perppu dan mengajukan Judicial Review ke MK terkait aspek formil pembentukan RUU Cipta Kerja yang menjadi prioritas sekarang," kata Mulyanto.
Sementara Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai DPR RI bisa saja melakukan legislative review tanpa menunggu Perppu dari Presiden Joko Widodo untuk mencabut UU Cipta Kerja. Dia menjelaskan legislatif review sama dengan mengevaluasi legislasi lalu hasil evaluasi bisa jadi bahan untuk mengusulkan revisi di Prolegnas.
"Walau langkah ini bukan sesuatu yang paling mendesak untuk saat ini, karena RUU Ciptaker ini memang perlu disikapi cepat sebelum berlaku. Tapi saya kira bisa saja diwacanakan walaupun jalannya tak mudah," kata Lucius.
Dia menambahkan, meskipun DPR bisa menwacanakan legislative review tapi akan sulit dieksekusi. Apalagi mayoritas fraksi di DPR RI adalah koalisi pemerintah.
Tapi, jika Demokrat dan PKS sebagai fraksi yang menolak UU Cipta Kerja serius menentang, maka bisa mengerahkan pendukungnya ikut mendesak legislative review.
"Tentu saja ini tak mudah jika melihat komposisi parlemen yang didominasi oleh koalisi. Jika mayoritas menilai RUU tak bermasalah, sulit jadinya untuk mengusulkan revisi atasnya. Tapi sebagai bentuk perjuangan serius, Demokrat dan PKS atau pihak masyarakat sipil mau mendorongnya, saya kira tak masalah sih," pungkasnya.