Amien Rais: Duet Jokowi-Luhut Simbol Rezim Paranoid, Harus Berakhir Oktober 2024

| 03 Apr 2022 12:13
Amien Rais: Duet Jokowi-Luhut Simbol Rezim Paranoid, Harus Berakhir Oktober 2024
Amien Rais

ERA.id - Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, Amien Rais mengkritik keras Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Kritikan tersebut menyangkut wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Amien menegaskan, jabatan Jokowi maupun Luhut harus berakhir pada Oktober 2024 dan tidak boleh diperpanjang.

"Duet Jokowi-Luhut yang saat ini menjadi simbol dan substansi rezim yang berkuasa saat ini, bahwa sesungguhnya harus berakhir pada Oktober 2024," tegas Amien dikutip dari kanal YouTube Amien Rais Official, Sabtu (2/4/2022).

Amien menegaskan, baik Jokowi maupun Luhut harus segera menghentikan segala upaya untuk meloloskan keinginan memperpanjang masa jabatan presiden. Menurutnya, cara-cara ala Orde Baru semestinya tidak dilakukan lagi.

"Tidak boleh lagi dua oknum itu lantas menggerakan berbagai cara, tekad ala Orde Baru. Kita masih terngiang-ngiang rakyat kita dibodohi, tapi kadang ditekan, diancam untuk menggolkan tujuan politik yang sesungguhnya jahat, political crime," kata Amien.

Mantan Ketua MPR RI itu menekankan, pemimpin yang baik seharus mengetahui kapan harus mundur sesuai dengan amanat konstitusi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam UUD 1945 sudah diatur bahwa presiden hanya bisa menjabat maksimal dua periode.

Dia mengingatkan agar Jokowi tidak perlu lagi memaksakan amandemen UUD 1945 terbatas terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sebabnya, hal itu hanya akan dijadikan kedok untuk menggolkan rencana perpanjangan masa jabatan presiden.

"Pemimpin yang baik itu harus tahu persis kapan dia harus mundur, apalagi dalam UUD 1945 itu sudah jelas sekali dikatakan presiden kita bisa bisa dipilih dua kali saja," kata Amien.

"Tapi sekarang mau dipaksakan supaya ada sidang MPR khusus untuk buat PPHN. Jadi kemungkinan nanti arahnya secara ugal-ugalan lebih dari itu, sangat jahat," imbuhnya.

Untuk diketahui, wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden kembali mencuat setelah disuarakan oleh tiga ketua umum partai politik koalisi pemerintah. Diantaranya yaitu Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Belakangan beredar isu bahwa ada campur tangan dari lingkaran terdekat Jokowi untuk mengangkat kembali wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Nama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun disebut-sebut ikut mendorong sejumlah elite partai politik untuk menyuarakan wacana penundaan Pemilu 2024. Luhut disebut sempat menggelar pertemuan dengan Ketua Umum PAN Zulkilfi Hasan yang belakangan juga mendukung wacana tersebut.

Belakangan, Luhut mengklaim berdasarkan big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024. Dia juga mengklaim mereka yang mendukung merupakan pemilih dari Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PDIP sementara ketiga partai tersebut tegas menolak wacana penundaan pemilu.

Selain big data, Luhut juga menyinggung besaran anggaran pemilu senilai Rp110 miliar. Menurutnya, banyak rakyat yang tak mau jika uang tersebut dipakai untuk menyelenggarakan pemilu serentak.

"Nah, itu yang rakyat ngomong. Nah, ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, ada yang di PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar," kata Luhut, Jumat (11/3).

Kami juga pernah menulis soal Jokowi Bawa Kabar Gembira di Hari Pertama Puasa: COVID-19 Melandai, Salat Wajib dan Salat Tarawih Berjemaah Boleh di Masjid Kamu bisa baca di sini.

Kalo kamu tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya!

Rekomendasi