ERA.id - Sebagian warga Amerika Serikat saat ini tengah geregetan dengan perilaku Presiden Donald Trump. Pasca kalah dalam Pilpres AS sepuluh hari yang lalu ia kabarnya makin terlihat tidak serius dalam menjalani tugas sebagai orang nomor satu di AS.
Berdasarkan laporan reporter CNN, Kevin Liptak, pada hari Selasa (17/11/2020), Presiden Trump diketahui tidak memiliki agenda publik apapun selama satu hari penuh. Dan pemandangan seperti ini sudah terjadi selama 10 hari terakhir. Ditambah lagi, kali ini berdasarkan laporan koresponden Gedung Putih Kaitlan Collins, sudah dua pekan terakhir sang Presiden tak pernah menyelenggarakan konferensi pers untuk menjawab pertanyaan dari para reporter.
Apa yang dilakukan oleh Presiden Donald Trump? Ada sejumlah hal.
Pertama, ia melakukan aktivitas favoritnya, yaitu bermain golf. Trump bermain golf di lapangan golfnya di Virginia pekan lalu, tepat ketika Amerika Serikat menyaksikan angka infeksi COVID-19 yang menembus level 11 juta kasus, alias yang terbanyak di dunia. Keberadaan Trump saat itu mungkin tak mengherankan, mengingat Trump selama tahun ini telah menghabiskan 283 hari di lapangan golf, seperti disampaikan oleh kanal TV CBS.
Di sela-sela bermain golf, aktivitas Trump lainnya adalah 'bermain' Twitter. Meski selama ini ia sudah dikenal sebagai pengguna Twitter yang sangat aktif, namun, frekuensi postingan dan retweet yang ia lakukan meningkat selama pasca-pilpres. Sayangnya, hal-hal yang ia tulis lewat platform media sosial ini umumnya adalah tuduhan-tuduhan tak berdasar yang berujung pada sensor dari pihak Twitter sendiri.
Salah satu kegiatan Trump yang paling bersifat 'presidensil' barangkali adalah saat hari Senin lalu Trump menyatakan akan menarik mundur pasukan militer AS dari Afghanistan dan Irak, meski hal ini berlawanan dengan nasihat yang diberikan oleh Pentagon.
Ingin mendengar yang lebih ekstrim lagi? Sebuah laporan dari koran New York Times menunjukkan bahwa Trump sempat bertanya pada penasihat-penasihat senior di Gedung Putih soal apakah ia diperbolehkan menghancurkan pusat program nuklir Iran sebelum hengkang dari Gedung Putih.
Donald Trump seakan-akan punya obsesi tersendiri pada urusan militer dan pertahanan nasional Amerika Serikat, hal yang berakibat apes bagi sejumlah individu. Awal pekan lalu Trump memecat Menteri Pertahanan Mark Esper yang kerap tak sependapat dengannya soal penggunaan senjata dalam mengontrol demonstrasi masyarakat sipil. Trump kemudian juga memecat beberapa aparatur sipil di dalam Kementerian Pertahanan AS serta sedang mempertimbangkan pemecatan direktur CIA dan FBI.
Trump pun semakin tidak berminat menemui pihak-pihak di luar lingkaran tim kampanyenya. Chris Cillizza menulis di CNN bahwa program stimulus ekonomi di masa COVID-19, yang sempat aktif sebelum Pilpres AS, kini jalan di tempat karena sang Presiden tak melanjutkan perbincangan dengan pimpinan Kongres AS. Jadi, ketika dari publik ia sembunyi, dalam bekerja pun dia ogah-ogahan.
Keanehan dari Trump selama dua pekan terakhir ini, bila disimpulkan, adalah bahwa ia mati-matian mempertahankan pekerjaan yang sebenarnya tidak ia minati. Cillizza menduga bahwa yang membayangi Trump saat ini adalah pandangannya tentang kekalahan dan ketakutan dianggap sebagai pecundang. Ia tak melihat posisi presiden sebagai tanggung jawab, namun, sebagai plakat prestasi yang tak akan ia biarkan rusak lewat kekalahan dalam pilpres.
Dalam hal ini Cillizza membuat kesimpulan yang bagus.
"Dua pekan terakhir ini membuktikan satu hal, yaitu bahwa Trump lebih peduli soal menang (atau kalah) daripada melakukan pekerjaan itu sendiri. Ia senang menjadi presiden. Ia hanya tidak suka mengerjakan hal-hal yang diembankan kepada seorang presiden," kata Cillizza.